Sabtu, 25 Desember 2010

Keranjang Puisi

Serakah

Berulang kali kau ulangi
Janji-janji yang tak pernah terbukti
Bicara di atas mimbar bagai terpuji
Sedangkan di luar kau berbuat keji

Apa yang tersembunyi dibalik kata-kata mu
Apa yang tersembunyi dibalik janji manismu
Semua hanya barang rongsokan di pinggir jalan
Kotor, bahkan lebih kotor dari kotoran hewan

Setiap musibah yang terjadi pada kami
Kau gunakan untuk kepentingan pribadi
Dengan dalih keprihatinan dan kemanusiaan
Kau bohongi kami secara perlahan-lahan

Tak cukupkah kekuasaan yang telah diamanatkan padamu
Tak puaskah kau miliki mobil mewah dan uang melimpah
Hingga tangisan dan darah kami kau mabil juga
Demi nama besar dan kesombongan yang kau banggakan
Sampai kapan keserakahan akan kau taburkan
Sampai kapan kebohongan akan kau sebarkan
Tak sadarkah kau pada penderitaan yang kami lamai
Hingga kau ingkari semua yang terjadi

Pantaskah

Jauh dari mata kami yang tak setahta
Melongok jeruji kumpulan besi dari tangan-tangan pandai
Di singasana dikediaman para raja
Pantaskah…
Apa yang ada dibenakmu wahai penghuni kursi yang agung
Tahukah engkau kami rela duduk tak berkursi hanya untuk membuatmu duduk
Nafas kami telah habis tengelam oleh keringat kami untuk menambang
Membangun singasanamu untuk beribu harap
Sebegitu pantaskah untuk semua itu…?

Untuk sebuah kesombongan

Ketika senjata itu melayang
Melukai jiwa yang beterbangan
Bersimbah darah dengan luka menganga
Ketiak ketajamannya menyayat rintihan jiwa-jiwa manusia
Korban-korban tak berdosa
Berteriak seperti binatang katakutan
Menggetarkan kesunyian

Tapi jutaan senjata itu terus menembus
Menengguk rasa hampa darah-darah
Menciumnya seperti mentari menjilati bumi
Tanah-tanah yang msih memerah
Bercampur debu kesombongan
Begitu sunyi alam yang teramat indah
Tatkala kebisingan senjata
Berubah menjadi nyanyian sendu
Saat jasad manusia kembali menjadi abu

Aventurs.....

Aku dilahirkan dari butiran kecemasan
Saat abjad mengeja makna
dulu, ketika manusia tak mengenal kata

Aku dilahirkan
hingga zaman bermuram derita
tak lagi ramai berebut dupa

Aku dilahirkan
Dengan mata tertatih pada bayang-bayang,
Pada tanah yang teramat gersang

Aku dilahirkan
agar mereka bisa terus mengagumi paras dunia
hingga tanah memerah disudut cinta

Aku dilahirkan
Dalam labirin keangkuhan waktu
Saat mengukir syahwat yang teramat kaku

Aku dilahirkan
Dalam canda tawa
Dalam kepingan bisu alam semesta

Saturday, 5-6-`10


Ruang Cahaya
Di sepertiga malam yang terakhir ini,
aku mencoba menguak dimensi ruang dan waktu
Sejenak meninggalkan jubah kesombongan yang terurai
Dan gairah-gairah semu yang didalangi oleh guratan nafsu
Sedapat mungkin aku bertahan meski semilir angin terus menggodaku

Aku melayang mengikis tipisnya udara yang menghalangi lajuku
Menerkam dedaunan yang semakin layu
Aku menerawang dan menembus serpihan harapan yang tersisa
Mengisi bejana mimpi dengan sebuah perenungan baru

Akan kucoba anyam segalanya
Hingga menjadi selembar tikar yang bisa diduduki
untuk sebuah peghambaan panjang
Akupun mulai menyelami dangkalnya praduga
Kemudian menyeretnya bersama buih ombak hingga sampai ke tepian hati

Akupun berjalan diantara puing-puing jaman yang kian gelap
Menyusuri lembah kegalauan yang terjerembab
Melaju tanpa arah yang semakin dalam
Hilang dibalik dekapan mesra beribu-ribu cahaya

Memancar disudut singgasana yang terpantulkan oleh lembaran metafora
Hingga akhirnya aku sampai pada ruang yang terang
Yang menampakan bermiliyaran cahaya yang teramat terang

Aku luluh dihantam keriangan
Aku tertunduk dilumuri ketakjuban
Saat mencerna kekuasan Sang Maha Kuasa
Yang tak pernah berhenti menebar cinta

Rangkasbitung, 05-07-`09


Selaksa Pengharapan

Secercah embun membasahi rerumputan di pagi hari
Menerobos lautan cinta antara ambisi dan nestapa
Di jurang pengampunan aku bersimpuh
Meminta penghapusan akan dosa-dosa
Yang ku lakukan dikala muda

Beribu dzikir teucap
Berlembar takbir menggema
Menancapkan nada-nada penyerahan pada Sang Maha Agung
Yang mencipta semesta dengan kuasaNya

Tak terasa air mata meleleh di pelupuk mata
Saat hati tak kuasa mengingat dosa
Ingin rasanya bertemu sang kuasa
Bersimpuh pada kasih sayangNya

Semilir angin bertiup membawa pesona
Selaksa seruling yang mencipta nada kehidupan
Membahana ke penjuru jagat raya
Saat umat terlelap di pangkuan nafsu dunia

Jambu, 29 Juli, `09


Cahaya Subuh

Betapa pun kulukiskan keagunganMu Tuhan
KekudusanMu tetap meliputi semua arwah
Temaram lampu di tengah lautan
Tak akan mampu menandingi cahaya subuh-Mu
Di kala manusia terlena oleh tidurnya
Dipangkuan iblis kemalasan
Aku paksa jiwa ini untuk merayuMu
Melalui zikir yang melelehkan nafsuku
Kurunut kata-kata agung untuk Mu
Diterangnya cahaya surya
Diluasnya ahmparan pengampunanMu
Agar aku bisa sampai ke ma`rifatMu
Langkah-langkah syaitan jahanam
Selalu membawaku ke arah kemunafikan
Mendekatkanku ke panji kesombongan
Keangkuhan yang penuh kepadaMu
Tuhan, ribuan sujud akan ku persembahkan
Jutaan zikir akan aku lelehkan
Di pusara keabadianMu

Jambu, Januari 2007

Kepasrahan Hati

Saat langit mengukir muara dengan cinta
Air mataku tiada lagi pernah mengeja semua derita
Sementara angin berhembus mendekap selirih perih
Dalam bingkaian waktu, diriku merindu surgamu
Hingga sujud yang kugelar, berkelidan di bukit senjamu
Tuhanku, bila batu-batu bermekaran di kaki fajar
Dan ababil melabuhkan jerujinya dalam amarah yang sangar
Berikanlah diri hamba ketabahan mengais magfirah
Tuhanku, dalam bentangan kawah jiwaku
Dosaku lebih banyak membasahi tubuhku
Saat surya bercahaya kelabu di lembaran kisahku
Tuhanku, dirimu yang abadi mengemasi hari-hariku
Melukis tingkah lakuku di padang mahsyar itu
Sunyi senyap menghimpit jantungku
Malam suram mengubur deru darahku
Hingga pagi membungkus seluruh desahku
Tuhanku, bila hujan reda dan kemarau tiba
Aku masih ingin menjadi hambamu
Menerjemahkan kalimat syahadat
Mengulum do`a disetiap jari jemari shalat

Bisikan Jiwa

Aku adalah jiwa yang kering kerontang
Bagai angkara murka menggunting maksiat
Dari anganku yang kian membangsat
Hingga air mata berjatuhan di malam yang pekat
Tuhanku, inilah bahasa yang aku punya
Bagaimana kau meminta bukan dengan do`a
Aku tidak punya apa-apa
Untuk aku persembahkan padamu
Bahkan jiwaku yang usang adalah nol besar bernilai kosong
Jika kuhadapkan padamu
Tuhanku, hidup ini hanyalah sehasta langkah untuk menujumu
Menuju mahligai cinta darimu
Tapi mengapa aku terlalu sibuk dengan dunia
Yang kian menipu
Apakah aku telah kehilangan dirimu
Tuhanku, jika benar keadaan kita telah berjauhan tolong tunjukan padaku
Jalan yang harus ku lalui
Tuk sampai pada labuhan cintamu
Tuhanku, jangan biarkan diriku terpanggang
Di pulau keterasingan ini




Kesunyian Jiwa

Dikala batinku terkoyak oleh cakaran dunia
Gema takbir di ruang sunyi
Mengusir usikan api yang merah seperti darah
Melukis samudera di derasnya ombak yang kelam
Dan debu bertaburan dalam bongkahan kerikil-kerikil yang tajam
Hai sang fajar
Jangan sampai merahmu kau campur dengan biru
Sebelum aku obati luka-luka di tubuh ini
Akan kuhampar sajadah selebar lautan
Dan akan kudendangkan lagu tentang kerinduan, kecintaan,
hingga kekaguman pada sang ilah, sang maha penguasa.
Tak kan kuhiraukan bibir bergetar
Seperti angin membawa badai
Mengulas luka yang terkelupas
Oh tuhan, memang waktuku hanya untukmu
Walau waktu sibukan hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanggapan