Sabtu, 10 Desember 2011

Pasrah

deru angin selaksa menusuk jiwa yang nelangsa
menebar pada tiap ranting pohon yang berjatuhan
pada kelopak bunga yang tengah mekar
seperti alam yang berkejaran

Aku Hanya Ingin Kau Tersenyum

Sudah bisa kuduga kau akan merangkul ku dengan mesra
Saat ribuan tanya menhujam tanpa koma pada derai cahaya cinta
Aku malu pada setiap kata yang kau ucap
Pada segurat nada yang kau petik di dingin malam
Inginku dekap kau lebih mesra
Tapi apakah hanya pelukan yang bisa membuat kau tersenyum,
kaupun meragukan semua yang kuberi
tak ada sesuatu yang kupunya
sel;ain kata dan ratap tanpa daya
kaupun tau aku bagaikan sebongkah bebatuan yang lapuk
terlempar dari dunia yang terpuruk

Yang Terpinggirkan

kau berjalan dalam dekapan keresahan
memikul beban pada setiap langkah yang kau jejaki
meminta dan terus meminta

Sabtu, 03 Desember 2011

Celoteh di Tepi Malam


Malam melaju mencumbui fajar dengan tenangnya, namun kantukku tidak juga datang, hanya risau yang bergerayang pada akhir perjumpaan malam ini. Seperti sebongkah batu masuk dalam kepalaku, begitu berat, pusing menggelinding kesana kemari hingga aku terkesiap. Aku beringsut bangun. Menyeka keringat yang meleler tumpah ruah ke muka kusamku.

Kamis, 01 Desember 2011

Musrenbang; Prioritas atau Formalitas ?

Oleh : Nurul Huda

Dalam siklus penyusunan APBD, awal tahun saat ini adalah waktu untuk melakukan proses awal perencanaan APBD, yakni Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa) sampai  Musrenbangkab (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten). Pada momen ini, masyarakat bersama-sama merumuskan kebutuhan pembangunan yang akan dijalankan di dusun atau desa bersangkutan sebelum kesepakatan itu dibawa ke tingkat kecamatan dan seterusnya Kabupaten.

Selasa, 16 Agustus 2011

Anggaran Publik, Untuk Siapa…?


Menurut kamus hukum dan glosarium otonomi daerah, anggaran didefinisikan sebagai perencanaan yang sistematis mengenai pendanaan suatu kegiatan dalam periode tertentu untuk waktu yang akan datang dan sebagai kebijakan umum untuk mengalokasikan sumber daya dengan tujuan mencapai hasil akhir yang diinginkan (Freidrich Naumann Stiftung, 2003).

MASYARAKAT SIPIL DAN DEMOKRATISASI LOKAL


Pasca reformasi ekspresi masyarakat sipil (civil society) dalam ranah demokrasi kembali hidup. Faultier (2001) dikutip Dzuriyatun Toyibah menjelaskan bahwa sejak reformasi 1998 tengah terjadi peningkatan fungsi masyarakat sipil. Fenomena peningkatan fungsi masyarakat sipil di tingkat lokal berkembang seiring waktu, yang kembali mewarnai alur demokrasi di Indonesia.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN ANGGARAN PUBLIK



Penerapan tata pemerintahan yang baik (good governance) memang harus memposisikan warga negara sebagai aktor yang aktif dalam semua proses politik kepemerintahan, termasuk pembuatan kebijakan publik. Untuk itu, partisipasi politik warga harus diberi ruang yang luas, bukan hanya terbatas pada saat pemilu (partisipasi lima tahunan), akan tetapi juga dalam setiap perumusan, implementasi dan pertanggungjawaban kebijakan publik (partisipasi politik sehari-hari). Tentu saja prasyarat utamanya adalah tersedianya mekanisme dalam struktur formal kepemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel.

Jumat, 15 April 2011

Bisikan Semesta

aneh.. setiap hal terjadi begitu cepatnya
seperti roda pedati yang berlari
mengejar waktu menuai hari
tapi selaksa wajah itu masih saja mengejarku

meminta didekap sang rembulan
memohon disekap sang malam
lirih jiwaku meronta

desau laraku melata
ingin ku menghilang dari pusaran cahaya
bersembunyi dibalik waktu yang kelabu
tapi apa dayaku
tanganku tak sanggup berpegangan lagi
kakiku tak kuat berlari lagi
aku tergeletak diantara kebimbangan
aku tersuruk pada dinding kekalahan

dia semakin mendekat pada rona wajahku
mencium dan melumuri wajahku dengan berjuta nestapa

ah dunia
sejengkal pun tak sanggup aku menghilang dari tatapanmu
yang dingin dan penuh misteri

ah semesta
inikah wajahmu yang anggun tapi penuh tanya
seperti pasir yang berbisik pada samudera
pada alam yang membuatmu menjadi pesona

Senin, 11 April 2011

Do`a Sang Pendosa


Saat jemari mengukir tasbih
Mengucap pujian bagi sang ilah
Menembus altar langit yang kelam
Sekelam jiwa hamba yang usang

Begitu jauh jarak antara kita
Ketika ku menjauh dari cintaMu
Lalu menjelma jadi goresan pasir yang mengering
Terbakar mentari di padang kering

Aku hanya pendosa yang berharap ampunan
Dalam kubangan prilaku yang penuh kehinaan
Menjumput selaksa cahaya dariMu
Untuk menerangi hatiku yang kian pekat nan sayu

Aku hanya pendosa yang tak kuasa menanggung cela
Memintal jarak dengan kepongahan logika
Memburu waktu dalam irama yang tak lagi merdu

Betapa banyak dosa yang terukir ditubuh ini
Betapa jejak kakiku mentasbihkan semua prilaku
Jahat, keji, hina, cela dan berjuta aib tertera
Seakan semua tak ada habisnya

Oh Tuhan..
Si pendosa ini mohon ampunan Mu
Betapa uluran tanganMu teramat penting bagiku
Melebihi semua uluran tangan di dunia ini

Oh Tuhan..
Dalam derai air mata ini
Ku bersimpuh pada lembaran ayat Mu
Pada selaras sajadah yang terbentang ini
Pada guratan zikir yang terukir disini di hati ini

Mahdah Rindu


Paras tak berbedak selalu dedakan nafas puja
Memandang anggunmu laksana mereguk seembun air
Di padang gersang yang melelahkan
memancarkan mata menakjubi cipta Sang Kuasa
Tak ‘kan mampu mutiara pun berkata
Atas kecantikanmu beraura di mata berkaca
Sungguhlah anugerah tiada tara, jelitamu.
Menjelajah jiwa dalam kembara hatiku
Sayu mata di pelataran senyumu
Menatap ayu kepadaku, yang melirik syahdu.
Seolah menggenggam gumpalan rindu
yang hadir di altar waktu
Di bola matamu yang bilau nan berpipi mengilau
Sekiranya cerahmu ini adalah samudera atlantik
Sudilah aku menjelajahi lautan yang berbahaya fanatik
Harum bunga melati yang ranum di dada
Mewangikan gelora mendegup jantung tak berjeda
Merayu puji untukmu, wahai purnama rembulan
Berbuah kasih, merelakan diri menjatuhkan raga
Di mulus tubuhmu yang mawar hingga bercumbu cinta
Meski waktu adalah jarak
lalu langit menjadi batas
Kurelakan kau tak menggugah disetiap mimpi menjarah
Desir-desir puisilah yang bisa kutenun
Menyelimuti lelapmu gantikan peluk selayaknya.
Menghangat renung bila terbangunkan mimpi, berharap ada.

Aku, adalah tenung terjal yang rapat
Tanpa lelah menanti kabarNya, tentang kita.
Disetiap kosong, sepi, sendiri, jua dahaga patri
Harap ini tak lebih hidangan di selasar senja
Untukmu dan aku, yang mematamorganakan asmara
Tatkala jiwa rapuh merindu pilu
Ketika batas-batas waktu membelah jarak antara kau dan aku

Jumat, 08 April 2011

Tuhan.. izinkan aku bercinta denganMu


Kata-kataku terus mengalir
dalam juntaian sepi sendiri makna
yang mabuk dalam kebisuan
hatiku menyetrika oral kecongkakan
gelombang membongkar jiwa
Laut meluapkan cinta
Awan rupa warna

Sambil menyambangi angin yang selalu menerpa, ketika dinding jiwaku melayang di hamparan dunia antah berantah, ada hal-hal yang tidak manusiawi, sangat kejam dan bengis.

Percintaan ini menawarkan gairah pikir dalam menerjemahkan sisi lain dari kenyataan yang ada. Bahwa pemikiran suatu hasrat dan cita-cita oleh setiap makhluk di alam perubahan. Di setiap jengkal lini atas nama kebenaran pasti penuh aral.
Sebagaimana hati yang dipatri menjadi simpul-simpul lahiriah. Intuisi itu lah yang menghiasinya menyapa makhluk-makhluk lainnya. Merangkum sembah dalam pusara pemaknaan.

Selanjutnya oleh keyakinan yang didasari puncak kerinduan, membongkar otak kemunafikan. Aku menumbuhkan nalar-nalar keseimbangan menjawab gelombang lautan penghambaan .

Kehidupan pun menjelmakan rindu kepada Mu. Menyambangi lima kali setiap hari untuk wujudkan rasa Cinta padaMu. Ketika semua menjadi kodrat dan tanggung jawab atas hal yang perbuat, selanjutnya adalah pembuktikan cinta itu sendiri.

Yang menyalakan di jiwa. Benar adanya sesuai hakiki hidup yang diemban sebagai pilihan,. Sebab itu setiap bentuk cinta untuk membangun martabat yang tinggi.
Sejurut itu pula, menyingkap pengertian kalbuku menuju ke gerbang pintu perjumbuhan horisontal terjaga. Demikian perjumbuhan vertikalku, seiring dengan jalannya roda syahwat ukhrowi sebagai penyeimbang. Selain aku terlalu lama menelan lahap perjalanan berliku, syahwat duniawi sebagai pembungkus rasa kaldu di meja makan.

Puisiku berlayar menapaki rahasia
menyalib matiku di pintu penyesalan
hati ini tetap berjaga agar lena tak tergoda kemegahan dunia

Hidup apa kata angin
Yang menghirup tantangan
Merombak total kebiasaan

Tuhan…Aku ingin terus bercinta dengan Mu....
Karena hidup telah bersemayam dalam lagu kerinduan
Dalam semesta cahaya keagunganMu

Rangkasbitung, 08 - 04 - `11

Kamis, 07 April 2011

Tepian Cahaya


Fatamorgana telah menyisipkan racun manis dalam selubung oase.
Dalam hembusan angin yang berpesta sendiri
sembari menelisik cakrawala yang mengitari semua
dalam lantunan jantera alam raya

Sambil lalu lalang,
Kan ku jumlah bagian yang mentasbihkan jarak antara kita
Mungkin dengan acuh
kau akan berbangga menyimpan semua ragu.

Akupun bergentayangan mengikutimu
dalam beberapa kecup yang kau campur ke udara kelam
dan aku sendiri mengerjai senyawa.
Aku tertawa pada baris-baris udara
tatkala engkaupun bergurau
tentang mendung yang mendingin di pojok sunyi.

Dan ku yakini bahwa mungkin engkaulah genderang kasih
yang melantunkanku di saat aku membunyikan getaran dunia.
Menggertak angin menjadi langkah absurd
yang kadang harus ku lumuri pada ketelanjangan ini.

Sudahkah engkau bertanya pada subuh
yang mungkin menaiki kencana dalam segala rupa?
Atau mungkin engkau menunggui udara tengah hari
yang menyawangmu pada kosong di sela guratan mimpi?

Ketika dengan terpaksa aku menyahut dahaga
yang terkatung katung di sepanjang titian sengat,
kemana lagi kau kan menuntunku menyusuri tepian cahaya semesta?
Aku sudah berkawan lama dengan letih
dan dia menjadi teramat sunyi
pada kemegahan udara yang ku bawa sepanjang tatih.

Cukupkah dengan seringai
engkau merepitisi semua guna yang hendak ku pagar padamu
biar semua menjadi stagnan.
Dan kita bagai sepasang kupu-kupu
yang mengelupas sang waktu
dalam temaram malam.yang kelabu

Rangkasbitung, 7 - 4 - 11

Rabu, 06 April 2011

Pesan Rembulan ( untuk EYS )


Untukmu yang selalu tersenyum pada rembulan
Janganlah kaulelah arungi lautan hidup
Menahan setiap sesak yang datang menyambut
Di sepanjang jalan yang terus berserakan
Tetap melangkah walau badai menghadang
Karena kekuatan itu pasti datang

Tertawalah sebelum ditertawakan
Sebab ini adalah kenyataan
Yang harus kau lawan dengan senyuman
Dan dengan segenap kesabaran

Untukmu yang namanya tertera pada dinding cahaya
Langkahkan kakimu walau tapak penuh kerikil tajam
Seperti malam yang menampakan rona mendalam
Tetap bergerak selami kancah keadaan
Bentangkan layar seluas keinginan
Berharap angin nanti akan berhembus
Membawamu ke aras tujuan

Tegarlah seperti karang
Yang tetap bertahan di derasnya gelombang
Luaskan pikiran bagai samudera
Yang menerkam segala alpa
Biar ombak kecil membelai pantai jiwamu
Jadikan berarti seindah pasir putihnya

Ingatlah…
Kita tak akan mengerti tentang sebuah kemudahan
Tanpa pernah merasakan kesulitan
Karena hidup itu adalah serpihan kekuatan
Yang akan menjadikan kita seperti temaram rembulan

Ingatlah…
Masa depan telah menunggu dengan bunga rampai
Yang harum di atas kasur-kasur.
Bersiap-siap mendekap dengan tangan panjang
Yang terkembang dan bahu lebar yang empuk membentang

Taman Cahaya, 6 – 4 - `11

Dinding Cahaya

Kata-kata itu terus mengalir, menciptakan kesadaran hidupku. Rohaniku mengembang dalam perbedaan signifikan di antara keumuman. Bagai menemukan dunia lain dari dunia universalitas yang ada ditemukan berdasar ijtihad penerawangan atas pilihan. Pertanyaan pun ditemukan jawaban nalar kepada sang waktu, dan diolah oleh ruang ketekunan disiplin berfikir yang unik milik pribadi.

Kata-kata itu sesuatu yang tidak pernah alpa mengarungi pelayaran jauh menempuh tuju di dalam cita mengembiskan cinta di antara pembelaan kepada yang tergerus. Juntaian kata setiap hari berseliweran bersebrang-seberangan di atas ubun-ubun. Berarak-arakan kepejalan seperti denyut tak berhenti melakukan thawaf.

Dinding-dinding kokoh di luar ruh dan rasa dahaga di dalam raga menekurkan sukma yang teramat nista. Sedangkan kisah silam dan kisah realitas bercampur aduk meramu akan datang. Seiring menggali kesadaran realitas nyata fiksi dan hingga menemukan ruang-ruang sublim terutama di dalam dunia keriuhan.

Kenyataan tidak terbantahkan di dalam ranah bawah sadarku terus bersenggama amat dahsyat. Tak bisa dielak kejumudan di dalam kejujuran lantas merangkum kemasgulan keyakinan yang berserak di diri yang berganda pada keelokan jiwa-jiwa.

Selanjutnya oleh keyakinan yang didasari puncak kesunyian, membongkar otak kepedihan. lalu menumbuhkan nalar-nalar keseimbangan dan menyapa gelombang lautan. Maka lahirlah kata yang aku sebut kata itu bernama cahaya.

Cahaya yang akan tetap ku pancarkan, walau satu kata, walau pahit rasa getir, tetap disampaikan dengan semua perintangan Kehidupan pun menjelmakan rindu kepada sesama.. Ketika semua menjadi kodrat dan tanggung jawab atas hal yang ditulis, selanjutnya adalah pembuktikan kata itu sendiri.

Rangkasbitung, Dini Hari, 6 - 4 - `11

Selasa, 05 April 2011

Mengubur Dogmatisme

“Agama yang kini menjadi nomenklatur kehidupan telah berubah tabiatnya menjadi beribu-ribu fragmentasi. Lihatlah bagaimana di tangan politikus, agama menjadi semacam alat pembius bagi rakyat dan bertengger di kursi kekuasaan. Berbagai partai menjadikan agama sebagai ideologi, agar dagangan partai itu laku di pasaran. Ingat pula bagaimana kekerasan tercipta di balik nama agama. Teror, intimidasi dan aneka fitnah dilancarkan dengan dalih penegakan agama. Ribuan orang merenggang nyawa, jutaan manusia kehilangan harta benda, mereka jadi korban kekerasan atas nama agama.
Lalu dimanakah mereka, para intelektual, cendekiawan, pendidik dan para pemimpin agama, sehingga hal demikian terus terjadi di daratan bumi ini?

Aku rasa mungkin mereka sedang asik berebut upeti, bertafakur untuk mencari jalan popularisasi diri, mendirikan partai untuk kepentingan pribadi, dan mungkin juga berasyik mansyuk dengan menumpuk kekayaan sendiri.

Lantas apa yang harus kita lakukan.?

Bagi saya, dalam paradigma dunia saat ini, tak ada jalan lain yang harus kita lakukan adalah dengan merombak pola pikir kita yang saat ini terlampau dogmatis, menjadi pola pikir yang dinamis dan konstruktif, menghilangkan otoritas satu golongan tertentu, agar tidak terjadi manipulasi kekuasan. Dan yang paling penting lagi adalah mengubur sedalam-dalamnya sikap ketidakmandirian kita dan kelatahan sikap kita yang selama ini menjangkiti jiwa dan gaya hidup kita, agar kita tak menjadi orang-orang tolol yang suka mengekor.”

Minggu, 03 April 2011

Bidadari Penebar Rindu

Desahan nafasmu membuat hatiku berbunga-bunga.
Kau senentiasa diam seribu bahasa,
amat sedikit bicara,
membuat pandang matamu semakin menenung.
Kau seakan dekat dan duduk di sisiku,
membuat purnama tampak tak terlalu terang,
dan aku semakin suka suasana remang.

Bagi Zulaikha, Yusuf Sang Pangeran
Bagi `Ali, Fatimah lah Sang Ratu
Bagi Rumi, Syamsuddin lah Sang Maharaja
Bagi Muhyiddin Ibnu Arabi, Fathimah Cordoba lah Sang Ayu
Tapi bagiku kaulah bidadari penebar rindu

Inilah diriku...
Yang tak punya apa pun kecuali rasa mendamba
Yang tak bisa apa pun kecuali meminta
Yang miskin dari apa pun kecuali harapan
Yang tak bersuara apapun kecuali ratapan

Duhai jelitaku,
kau lah satu-satunya keceriaan yang berlimpah,
tak kuasa aku menatap wajahmu yang maha jelita ke segala arah,
juga bibirmu yang demikian indah memerah,
tak kuasa aku mendengar cengkerama diammu
yang membuat jiwaku melayang dalam alam
misteri yang demikian dalam.
Rangkasbitung, Januari `10

Bayangmu diantara Rinduku

Mataku terpejam tak mau
Anganku berontak tak lesu
Merekat pada ruang kamar
Berkutat pada riuh gaduh angin malam
Meronta lagi getar ini
Mengais lagi bahtera rindu

Lengkaplah sudah sepi ini menguruk sendiriku
Terkulai dikunyah nelangsa yang berapi api
Menyusuri jalanan lengang
Bersimbah angan tanpa tujuan
Dalam derap gerimis yang pongah menghujam
Terbuai wajahmu yang menyusup bertubi tubi
Membawa sebaris kata bahagia
Menenggelamkan nurani di atas pengharapan tak berkesudahan

Tentang rinduku yang kusam...
Tentang cintaku yang terbuang...
Mengutip satu namamu di antara keluh kesah, gundah gelisah dan lara pesakitan
Masihkah ada sedikit senyum darimu di batas penantianku?
Masihkah ada kehangatan seperti yang kurasakan dulu?
Ku semakin terbata-bata dalam kata-kata...untuk memujimu, mengharapmu, mencintaimu dan
menantimu...

Untukmu kuasah luka
Padamu kuasuh bahagia
Padamu cinta ingin kuakhirkan

Dan bila cinta mempertemukan ujung jalan ini
Janganlah sepi yang hadir...
Janganlah semu yang membeku...
Karena, ku kan s'lalu berjalan menujumu...
Hanya padamu...

Puncak kerinduan

Di sebuah rimba gelap gulita
Dimana jalan yang terang telah hilang
Tak terbayangkan betapa sulit
Hutan belukar ini menghimpit dan menggigit
Cahaya bintang mencekiku di awal jaln setapak yang curam
Dimana jubah musim hilang tak menentu
Dan maut membimbing insan ke persimpangan jalan

Aku tak tahu bagaimana aku bisa sampai
Pada puncak penghambaan di bukit cinta
Kalau sewujud bidadari menghadangku di tengah perjalanan
Dengan begitu menggoda
Ia cantik, enggan menyingkir walau dihardik

Mengepang jalanku dengan matanya yang cerdik
Senyumannya penuh damba sang pujangga
Terukir lembut dalam goresan pena
Dan membuat hati ini berharap penuh hampa
Kata-katanya mengalahkan benteng penuh jeruji
Meskipun aku telah lama pergi
Tapi aku tak bisa menahan hasrat tuk kembali.

Kesunyian Jiwa

Dikala batinku terkoyak oleh cakaran dunia
Gema takbir di ruang sunyi
Mengusir usikan api yang merah seperti darah
Melukis samudera di derasnya ombak yang kelam
Dan debu bertaburan dalam bongkahan kerikil-kerikil yang tajam

Hai sang fajar
Jangan sampai merahmu kau campur dengan biru
Sebelum aku obati luka-luka di tubuh ini
Akan kuhampar sajadah selebar lautan
Dan akan kudendangkan lagu tentang kerinduan, kecintaan,
hingga kekaguman pada sang ilah, sang maha penguasa.

Tak kan kuhiraukan bibir bergetar
Seperti angin membawa badai
Mengulas luka yang terkelupas
Oh tuhan, memang waktuku hanya untukmu
Walau waktu sibukan hidupku.

Bisikan Jiwa

Aku adalah jiwa yang kering kerontang
Bagai angkara murka menggunting maksiat
Dari anganku yang kian membangsat
Hingga air mata berjatuhan di malam yang pekat

Tuhanku, inilah bahasa yang aku punya
Bagaimana kau meminta bukan dengan do`a
Aku tidak punya apa-apa
Untuk aku persembahkan padamu
Bahkan jiwaku yang usang adalah nol besar bernilai kosong
Jika kuhadapkan padamu

Tuhanku, hidup ini hanyalah sehasta langkah untuk menujumu
Menuju mahligai cinta darimu
Tapi mengapa aku terlalu sibuk dengan dunia
Yang kian menipu
Apakah aku telah kehilangan dirimu

Tuhanku, jika benar keadaan kita telah berjauhan tolong tunjukan padaku
Jalan yang harus ku lalui
Tuk sampai pada labuhan cintamu
Tuhanku, jangan biarkan diriku terpanggang
Di pulau keterasingan ini

Kepasrahan Hati

Saat langit mengukir muara dengan cinta
Air mataku tiada lagi pernah mengeja semua derita
Sementara angin berhembus mendekap selirih perih
Dalam bingkaian waktu, diriku merindu surgamu
Hingga sujud yang kugelar, berkelidan di bukit senjamu

Tuhanku, bila batu-batu bermekaran di kaki fajar
Dan ababil melabuhkan jerujinya dalam amarah yang sangar
Berikanlah diri hamba ketabahan mengais magfirah
Tuhanku, dalam bentangan kawah jiwaku
Dosaku lebih banyak membasahi tubuhku
Saat surya bercahaya kelabu di lembaran kisahku

Tuhanku, dirimu yang abadi mengemasi hari-hariku
Melukis tingkah lakuku di padang mahsyar itu
Sunyi senyap menghimpit jantungku
Malam suram mengubur deru darahku
Hingga pagi membungkus seluruh desahku

Tuhanku, bila hujan reda dan kemarau tiba
Aku masih ingin menjadi hambamu
Menerjemahkan kalimat syahadat
Mengulum do`a disetiap jari jemari shalat

Cahaya Subuh

Betapa pun kulukiskan keagunganMu Tuhan
KekudusanMu tetap meliputi semua arwah
Temaram lampu di tengah lautan
Tak akan mampu menandingi cahaya subuh-Mu

Di kala manusia terlena oleh tidurnya
Dipangkuan iblis kemalasan
Aku paksa jiwa ini untuk merayuMu
Melalui zikir yang melelehkan nafsuku
Kurunut kata-kata agung untuk Mu
Diterangnya cahaya surya
Diluasnya ahmparan pengampunanMu
Agar aku bisa sampai ke ma`rifatMu

Langkah-langkah syaitan jahanam
Selalu membawaku ke arah kemunafikan
Mendekatkanku ke panji kesombongan
Keangkuhan yang penuh kepadaMu

Tuhan, ribuan sujud akan ku persembahkan
Jutaan zikir akan aku lelehkan
Di pusara keabadianMu

Jambu, Januari 2007

Selaksa Pengharapan

Secercah embun membasahi rerumputan di pagi hari
Menerobos lautan cinta antara ambisi dan nestapa
Di jurang pengampunan aku bersimpuh
Meminta penghapusan akan dosa-dosa
Yang ku lakukan dikala muda

Beribu dzikir teucap
Berlembar takbir menggema
Menancapkan nada-nada penyerahan pada Sang Maha Agung
Yang mencipta semesta dengan kuasaNya

Tak terasa air mata meleleh di pelupuk mata
Saat hati tak kuasa mengingat dosa
Ingin rasanya bertemu sang kuasa
Bersimpuh pada kasih sayangNya

Semilir angin bertiup membawa pesona
Selaksa seruling yang mencipta nada kehidupan
Membahana ke penjuru jagat raya
Saat umat terlelap di pangkuan nafsu dunia

Jambu, 29 Juli, `09

Ruang Cahaya

Di sepertiga malam yang terakhir ini,
aku mencoba menguak dimensi ruang dan waktu
Sejenak meninggalkan jubah kesombongan yang terurai
Dan gairah-gairah semu yang didalangi oleh guratan nafsu
Sedapat mungkin aku bertahan meski semilir angin terus menggodaku

Aku melayang mengikis tipisnya udara yang menghalangi lajuku
Menerkam dedaunan yang semakin layu
Aku menerawang dan menembus serpihan harapan yang tersisa
Mengisi bejana mimpi dengan sebuah perenungan baru

Akan kucoba anyam segalanya
Hingga menjadi selembar tikar yang bisa diduduki
untuk sebuah peghambaan panjang
Akupun mulai menyelami dangkalnya praduga
Kemudian menyeretnya bersama buih ombak hingga sampai ke tepian hati

Akupun berjalan diantara puing-puing jaman yang kian gelap
Menyusuri lembah kegalauan yang terjerembab
Melaju tanpa arah yang semakin dalam
Hilang dibalik dekapan mesra beribu-ribu cahaya

Memancar disudut singgasana yang terpantulkan oleh lembaran metafora
Hingga akhirnya aku sampai pada ruang yang terang
Yang menampakan bermiliyaran cahaya yang teramat terang

Aku luluh dihantam keriangan
Aku tertunduk dilumuri ketakjuban
Saat mencerna kekuasan Sang Maha Kuasa
Yang tak pernah berhenti menebar cinta

Rangkasbitung, 05-07-`09

Untuk Sebuah Kesombongan

Ketika senjata itu melayang
Melukai jiwa yang beterbangan
Bersimbah darah dengan luka menganga
Ketiak ketajamannya menyayat rintihan jiwa-jiwa manusia
Korban-korban tak berdosa
Berteriak seperti binatang katakutan
Menggetarkan kesunyian

Tapi jutaan senjata itu terus menembus
Menengguk rasa hampa darah-darah
Menciumnya seperti mentari menjilati bumi
Tanah-tanah yang msih memerah
Bercampur debu kesombongan
Begitu sunyi alam yang teramat indah
Tatkala kebisingan senjata
Berubah menjadi nyanyian sendu
Saat jasad manusia kembali menjadi abu

Pantaskah

Jauh dari mata kami yang tak setahta
Melongok jeruji kumpulan besi dari tangan-tangan pandai
Di singasana dikediaman para raja

Pantaskah…
Apa yang ada dibenakmu wahai penghuni kursi yang agung
Tahukah engkau kami rela duduk tak berkursi hanya untuk membuatmu duduk
Nafas kami telah habis tengelam oleh keringat kami untuk menambang
Membangun singasanamu untuk beribu harap
Sebegitu pantaskah untuk semua itu…?

Serakah

Berulang kali kau ulangi
Janji-janji yang tak pernah terbukti
Bicara di atas mimbar bagai terpuji
Sedangkan di luar kau berbuat keji

Apa yang tersembunyi dibalik kata-kata mu
Apa yang tersembunyi dibalik janji manismu
Semua hanya barang rongsokan di pinggir jalan
Kotor, bahkan lebih kotor dari kotoran hewan

Setiap musibah yang terjadi pada kami
Kau gunakan untuk kepentingan pribadi
Dengan dalih keprihatinan dan kemanusiaan
Kau bohongi kami secara perlahan-lahan

Tak cukupkah kekuasaan yang telah diamanatkan padamu
Tak puaskah kau miliki mobil mewah dan uang melimpah
Hingga tangisan dan darah kami kau mabil juga
Demi nama besar dan kesombongan yang kau banggakan
Sampai kapan keserakahan akan kau taburkan
Sampai kapan kebohongan akan kau sebarkan
Tak sadarkah kau pada penderitaan yang kami lamai
Hingga kau ingkari semua yang terjadi

Sabtu, 02 April 2011

Memoar sang Pencinta

Aku pecinta sejati, kehangatan cintaku terpancar menerpai setiap lipatan kerinduan, lalu membelai seluruh kerisauan. Kesetiaanku adalah sebongkah sinar yang aku pancarkan untuk menyentuhmu. Aku kangen mencintaimu, aku kembali untukmu, akan aku curahkan seluruh milikku padamu, resaplah aku kedalam jiwamu, biar aku gemburkan kerasnya hatimu, akan aku retakkan dinding waktu dengan tangan cinta. Karena aku adalah garis-garis cinta yang berserakan, garis yang disadap dari pancaran cahaya.
Aku memanggil namamu tiap malam, di sudut sepi taman cinta, kutanam bunga penuh maknayang paginya bermekaran di halaman rumahmu, memang terlampau jauh aku mengulum angan, meski fatamorgana serasa telah menjelma berjuta asa.

Sebentuk tubuhku serupa bola mata, yang merangkak ke bumi, menapaki perbukitan, memanjati pepohonan, lalu menyusuri tebing curam, untuk sejenak kemudian aku berada diatas, di antara sawah-sawah dan gunung-gunung.

Kepadamu aku memohon, maknai dan resapi sesuatu yang aku bingkis khusus buatmu, olahlah bingkisan itu ditungku cinta, meski aku bukanlah cahaya, tapi jadikan aku setemaram lentera, biar aku dapat meresap masuk ke jantung dan relung hatimu.
Langkahmu berkilauan saat kutempa di riak-riak damba, aku selalu melirikmu dalam setiap perjalanan yang kau tempuh, mimpi-mimpi yang kau ukir di sudut malam, dan dalam setiap tingkah candamu yang membuatku rindu.

Aku tak perlu cinta yang banyak, bagiku cukup satu saja, tapi abadi untuk selamanya, hidup dalam buaian benih-binh penuh kasih, yang dipayungi oleh berjuta ketulusan dan bergelak mesra di taman kemesraan.

Cintaku tak akan surut, karena cahayamu adalah bagian hidupku, bagiku kau lebih indah jika bersemayam dalam relung hati, ketimbang berseliweran dalam angan.

Sebuah Tanya

Ada apa sebenarnya dengan bangsa ini, semua orang berteriak lantang mnyombongkan nama besar golongannya, Agamanya, dan nenek moyangnya, tak ada yang mau mengalah, berebut keuntungan dari berbagai kekacauan, padahal semua mengaku beragama, beretika dan berpendidikan, tapi apa yang terjadi sangat kontaras dengan makna berpendidikan, dengan titel yang menempel di depan dan belakang namanya, bertolak belakang dengan ibadah yang mereka lakukan, kata-kata yang mereka ucapkan, semua hanya omong kosong belaka, semua palsu, tanpa makna, semua dilakukan hanya mngejar kekuasaan semata, kedudukan yang tinggi, alat memperkaya diri, melaui jalan menindas sesama, menebar kebohongan. Sedang di pinggiran kota sana ada banyak orang yang menjerit menahan lapar, dan sebagian lainnya bergelimang dalam kebodohan dan kemiskinan.

Inilah wajah bangsa kita, dengan lika-liku hidupnya yang tak menentu, kadang surut, kadang pasang, dan banyak gelombang, yang tercoreng oleh polesan janji palsu para pemimpinnya, yang ternoda oleh ulah biadab para pejabat korup, tertipu oleh bualan para wakil rakyatnya, hingga tak aneh lagi di negri ini tak akan ditemukan seorang pemimpin, yang ada hanya seorang penguasa.

Entah apa yang menyebabkan semua ini terjadi, hingga satu keluarga jadi penguasa, jadi dinasti yang berkuasa, hingga orang yang tak sekolah pun bisa jadi wakil rakyat, yang berijazah palsu pun bisa jadi penguasa, lalu lihatlah rakyatnya, hanya jadi tumbal meraup keuntungan pribadi penguasa, jalan pintas memperkaya kantong sendiri, jembatan untuk korupsi.

Siapa yang salah? Ah kita tak perlu lagi ragu, bahwa yang salah adalah sistem yang dijalankan saat ini, sehiungga sistem yang salah akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang salah, dan pola pikir kita yang masih saja belum maju, masih tak pahami arti dari sebuah kemajuan bernegara dan berbangsa.

Imaji Liar

Ada sekian banyak pikiran-pikiran aneh menggelayuti kepalaku, yang tersusun rapi dalam sebuah pusaran mimpi dan imajinasi, mengelupas laksana kepompong yang siap menjadi kupu-kupu. Saat ini mimpi-mimpi dan imajinasi itu beterbangan di alam bebas, di angkasa raya, menuju bintang-bintang, sampai menggapai rembulan, lalu membentur planet-planet dan ribuan galaksi hingga kemudian turun lagi ke dasar bumi, menyusuri batuan-batuan, hampir tak tertembus lagi oleh cahaya. Itulah gambaran dari metafora mimpiku yang sulit dan mungkin saja terlalu berlebihan.
Seperti saat ini, aku bermimpi melintasi gurun sahara di daratan Afrika, lalu berjalan menuju benua Eropa, untuk melihat panorama kota-kota modern dan bangunan-bangunan bersejarah di berbagai negaranya, setelah puas aku akan melanjutkan perjalanan ke Yunani, untuk mengunjungi kota-kota penghasil para filosof ternama, nah dari sana aku ingin melintasi daratan Asia Tengah, ke pedalaman Arabia, mengunjungi beragam kebudayaan timur tengah, dan yang paling penting adalah mengunjungi bukti sejarah para nabi-nabi dan para sahabat Rasulullah, setelah itu semua kulakukan, maka aku akan bertafakur di depan ka`bah, di kota Mekkah terus langsung ke Madinah, di sanalah perjalanan kuakhiri.

Itulah mimpi-mimpiku dalam hal imajinasi liar, yang mengerucut dalam cendawan khayalan, semua terasa mudah untuk dilukiskan dalam kanvas pikiranku, penuh keharuan, penuh harapan, mimpi yang hebat, tinggi, dan sangat dalam, semoga saja semua bisa kulakukan dalam dunia yang nyata.

Suara Bumi

“Akhirnya semua akan tiba pada suatu masa, dimana cinta dan kasih sayang tak ubahnya seperti bualan. Kebohongan merebak dimana-mana bagaikan penyakit ia menjadi lepra yang menjangkiti setiap jengkal tubuh manusia, semua orang tertatih-tatih dalam pusaran metapora, tenggelam mengikuti irama kontradiksi pengetahuan, lalu jiwa-jiwa menjadi hampa, kosong tak bermakna. Dimensi waktu kian memunculkan paradigma baru, ditengah-tengah hamparan nafsu manusia yang tak ada habisnya, ia menukik tajam menembus cakrawala pemikiran, melesat hingga menjadi mesin pengendali.

Saat ini semua fragmentasi nalar kian kokoh di puncak otoritas kapitalisme, dengan menampakan wajah modernisme dan liberalismenya, mereka kian memberangus nilai-nilai lokalitas budaya kita, lalu kita terjebak pada keadaan saat ini, terombang-ambing di lautan fragmatisme, yang setiap saat bisa menenggelamkan dan menelan tubuh kita dalam komoditi bingaki-bingkai fatalisme.

Manusia telah menjadi objek dalam dramatisasi dunia, ia kini tak ubahnya butiran-butiran pasir di tengah lautan, yang secara tiba-tiba berambisi ingin menjadi daratan, dengan naluri kekuasaannya, manusia akan terus saling menjatuhkan, saling memusnahkan. Dan ambisi pribadi kian menjadi kuasa atas nalar dan intuisi.”

Senin, 21 Maret 2011

Memimpin dengan Rendah Hati


Di negeri kita ini, kedudukan dan jabatan malah jadi rebutan. Bahkan banyak yang mati-matian berkorban apa saja, dengan segala cara, untuk mendapatkannya

Hidayatullah.com--Setelah diumumkan pengangkatannya menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz menyendiri di rumahnya. Tak ada orang yang menemui, beliau pun tak mau keluar menemui seorang.

Dalam kesendirian itu, beliau menghabiskan waktu dengan bertafakkur, berdzikir, dan berdoa. Pengangkatannya sebagai khalifah tidak disambutnya dengan pesta, tetapi justru dengan cucuran air mata.

Tiga hari kemudian beliau keluar. Para pengawal menyambutnya, hendak memberi hormat. Umar malah mencegahnya. “Kalian jangan memulai salam kepadaku, bahkan salam itu kewajiban saya kepada kalian.”

Itulah perintah pertama Khalifah kepada pengawal-pengawalnya.

Umar menuju ke sebuah ruangan. Para pembesar dan tokoh telah menunggunya. Hadirin terdiam dan serentak bangkit berdiri memberi hormat. Apa kata beliau?

“Wahai sekalian manusia, jika kalian berdiri, saya pun berdiri. Jika kalian duduk, saya pun duduk. Manusia itu sebenarnya hanya berhak berdiri di hadapan Rabbul-‘Alamin.”

Itulah yang dikatakan pertama kali kepada rakyatnya.

Buka Hati

Sikap pemimpin dalam Islam, sejatinya memang harus demikian. Sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemimpin adalah pelayan umatnya.

Sabda Nabi itu sungguh istimewa, sebab seorang pemimpin biasanya seperti seorang raja. Dan sebagai Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mewarisi budaya yang demikian itu; hidup dalam gelimang kemewahan dan kekuasaan.

Ternyata Umar tidak serta merta meneruskan budaya yang sebenarnya menguntungkannya secara pribadi itu. Beliau tak mau dihormati berlebihan dan hidup dalam kemewahan. Ia memilih sikap rendah hati dan sederhana.

Sebagai pemimpin besar, bersikap rendah hati, sederhana, dan melayani tentu tidak mudah. Apalagi bila kesempatan bermewah-mewah itu memang terbuka di depan mata, siapa tak tergiur?

Di negeri kita ini, kedudukan dan jabatan malah jadi rebutan. Bahkan banyak yang mati-matian berkorban apa saja, dengan segala cara, untuk mendapatkannya. Setelah berhasil meraihnya, pertama kali yang dilakukan adalah pesta kemenangan. Kemudian segeralah digunakan aji mumpung. Sim salabim, jadilah OKB (Orang Kaya Baru). Gaya hidup dan pergaulannya berbeda dengan sebelumnya. Seolah menikmati kemewahan itulah memang impiannya.

Mari kita membuka hati ini. Dengan berbagai upaya dan gaya hidup mewah itu, apa sih sesungguhnya dicari? Dengan mobil mewah, rumah megah, pakaian serba mahal, apa sebenarnya yang dirindukan lubuk hati? Mungkin terdetak dorongan…hidup terhormat dan dimuliakan.

Tentu mencapai hidup seperti itu suatu yang normal saja. Malah aneh kalau ada orang bercita-cita hidup hina dan direndahkan. Tetapi benarkah kemuliaan dan kehormatan dapat dicapai dengan hidup berbungkus kemewahan? Coba sebutkan nama-nama orang yang menggetarkan hati karena kemuliaan dan kehormatannya. Cermati satu per satu. Benarkah hati Anda terkesan karena kemewahan mereka?

Mari kita bercermin kepada Umar. Kita tenangkan hati dan jernihkan pikiran sejenak. Andai beliau memilih cara hidup mewah dan bermain kekuasaan, sebagaimana raja-raja yang lain, akankah memiliki nama harum seperti saat ini?

Mungkin saja kemewahan singgasana bisa menjadi topeng kemuliaan di muka rakyat. Tetapi berapa lama “kemuliaan” seperti itu bisa bertahan?

Lihatlah para pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kesombongan dan kemewahan. Bagaimana akhir kehidupan mereka? Masa tua tidak hidup damai, malah gundah gulana karena dijerat hukum. Terbukti bahwa kemuliaan yang dibungkus materi hanyalah semu dan tipuan belaka.

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang sombong. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.” (Luqman: 18-19)

Misi Mulia

Ya, memang tidak mudah untuk selalu rendah hati dan memilih hidup melayani. Apalagi kalau terjebak pada dorongan biologis dan egoisme semata. Maunya justru dilayani.

Ketika sedang memegang kekuasaan, yang dipikirkan adalah apa yang dapat diambil dengan posisi ini, bukan kebaikan apa yang dapat diberikan pada orang lain. Melayani dirasakan sebagai suatu kehinaan, seolah yang harus melakukan adalah orang-orang rendahan. Padahal melayani inilah misi mulia yang sebenarnya diamanahkan Allah kepada hamba-Nya yang terpilih; Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa’: 107). Dengan berbagi rahmat, tersebarlah belas kasih dan kedamaian dalam kehidupan.

Dalam bekerja, seorang pemimpin akan senantiasa berpikir bagaimana karyawannya sejahtera. Karyawan pun berpikir bagaimana bisa memberikan layanan terbaik melalui pekerjaannya.

Sebagai pemimpin keluarga, seorang ayah yang mengasihi keluarganya akan mengantar pada suasana sakinah. Anak-anaknya pun termotivasi untuk meneladani dan berbakti kepada kedua orangtuanya.

Setiap orang yang melayani dengan ikhlas berarti telah berpartisipasi menebar rahmat ke seluruh alam. Itulah tugas terhormat seorang pemimpin. Dan setiap kita pada hakikatnya adalah pemimpin, begitu sabda Rasulullah.

Bila setiap orang berpikir minta dilayani, yang terjadi justru krisis. Pemimpin minta dilayani stafnya. Majikan memeras para karyawan. Petugas mempersulit rakyat. Orientasinya bukan rahmatan lil ‘alamin, tetapi keuntungan pribadi.

Kekayaan alam yang mestinya untuk kesejahteraan rakyat, malah dikuras untuk bermewah-mewah diri dan kroninya. Hutan digunduli sehingga banjir dan longsor di sana-sini. Rakyatlah yang jadi korban.

Melihat perilaku pemimpin yang seperti itu, rakyat pun ikut-ikutan mencari keuntungan sendiri. Sudah kaya dan berkecukupan, namun belum bersyukur dan malah berebut bantuan yang mestinya untuk fakir miskin. Sungguh cara hidup yang tidak akan berujung kepada kemuliaan, tetapi justru kehinaan. Dan inilah yang banyak disaksikan di sekeliling kita sekarang.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Israa’: 16)

Agar mampu rahmatan lil ‘alamin, kita perlu mentransformasi diri. Pusat diri yang sebelumnya egoisme dan hawa nafsu, harus diganti dengan kebeningan nurani.

Sumber Inspirasi

Bayangkan kalau ada orang yang rendah hati, menghormati sesama, dan suka melayani. Tidakkah hati Anda menyukai dan terkesan dengan keikhlasannya?

Orang yang demikian itu akan membahagiakan hati sesama. Kalau dia seorang bapak, keluarganya akan menghormatinya dengan tulus. Kalau seorang ibu, anak-anaknya tentu akan senantiasa merindukan. Kalau seorang pemimpin, tentu akan menginspirasi hati sekalian rakyatnya.

Umar bin Abdul Aziz telah membuktikan keberkahan rendah hati. Meski hanya menjabat dua tahun, terjadi perubahan besar. Akhlak rakyatnya yang sebelumnya buruk seketika berubah menjadi baik.

Umat akan terinspirasi pemimpin yang rendah hati dan teramat jujur itu. Yang menjadi pembicaraan heboh saat itu di berbagai sudut kota , warung, sampai pinggiran ladang di desa adalah masalah iman dan amal shalih.

Masyarakat giat bekerja dan sejahtera. Kemakmuran mencapai puncaknya. Rakyat berdaya ekonominya dan mereka berlomba menunaikan zakat. Fakir miskin terentaskan sehingga sangat sulit mencari orang yang menerima zakat. Memberi dan memberi, itu yang menjadi paradigma mereka. Bukan meminta dan meminta.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” ( Al-A’raaf: 96)

Alam dan binatang pun digambarkan turut berbahagia. Para gembala yang biasanya takut kambingnya terancam dimakan oleh serigala, saat itu kedua binatang ini seolah berteman saja. Pintu keberkahan dibuka Allah bila manusia telah menunaikan tugas sebagai khalifah.

Atas prestasi gemilang itu, tidak mengherankan jika beliau digolongkan sebagai Khulafa’ Ar-Rasyidin kelima setelah Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan Ali. [Hanif Hannan/Sahid/www.hidayatullah.com]

Sederhana, Pilihan Hidup Mulia


Pola hidup sederhana seakan menjadi barang langkah yang hanya ada dalam cerita atau dongeng di pojok-pojok surau

oleh: Ali Akbar bin Aqil*

Pada suatu sore, ketika Rasulullah SAW selesai menunaikan shalat Ashar bersama para sahabatnya, ada peristiwa aneh. Yaitu setelah rampung shalat, tiba-tiba Rasulullah bangkit dengan tergesa-gesa meninggalkan jamaah menuju rumahnya dan kembali lagi dengan membawa makanan lalu dibagi-bagikan kepada para jamaahnya yang ada.

Kemudian sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, ada apa gerangan tiba-tiba anda beranjak dari jamaah lalu kembali membagi-bagikan makanan?.” Apa jawab sang baginda?, “Aku tidak ingin apabila matahari tenggelam sementara di rumahku masih ada sisa makanan.” (HR. Bukhari)

Rasululah adalah manusia yang paling zuhud yang terpancar dalam potret hidupnya yang sederhana dan penuh kebersahajaan. Ilustrasi di atas cukup menjadi acuan akan kesederhanannya. Beliau tidak pernah menyisakan atau menyimpan makanan di rumahnya.

Pola hidup sederhana yang beliau jalani bukan karena kepapaannya. Tidak! Tetapi beliau memilih demikian sebagai teladan ideal bagi umatnya agar dalam mengarungi bahtera kehidupan dunia tidak menjadikan harta sebagai tujuan utama.

Tersebutlah suatu riwayat yang menyatkan bahwa jika beliau berkenan, Allah menawarkan batu-batuan di kota Makkah menjadi taburan emas sebagai pembendaharaan baginda. Namun apa yang terjadi berikutnya? Beliau justru menjawab dengan rendah hati, “Tidak, wahai Tuhan. Tapi (biarkan) aku lapar sehari dankenyang sehari. Jika aku sedang kenyang, maka aku akan memuji-Mu, dan di saat lapar aku akan bersimpuh dan berdoa kepamau.”[ Muhammad Alwi Al Maliki, Muhammad al Insan Al Kamil, (Jeddah: Daar Asy Syuruq, 1411), cet. IV. hal. 156.]

Yang menarik adalah bahwa Rasulullah seorang pemimpin. Dengan posisi dan kedudukannya yang strategis itu, sebenarnya beliau mampu untuk memiliki fasilitas-fasilitas yang dimauinya. Terlebih kedudukan yang “wah” berpotensi menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Tetapi semua itu tidak beliau lakukan dan lebih memprioritaskan pola hidup sederhana. Inilah sebenarnya sosok seorang pemimpin yang menjadi patron umat.

Hidup Gaul atau Hidup Sederhana?

Ada yang menarik di seputar lingkungan kita terkait tema kesederhanaan. Yakni pola hidup sederhana seakan menjadi barang langkah yang hanya ada dalam cerita atau dongeng di pojok-pojok surau atau jerambah masjid (baca: Asatirul Awwalin).

Term kesederhanaan kerap dipersepsikan sebagai kemiskinan dan ketidak-gaulan. Karenanya tren kesederhanaan, seolah sudah tidak relevan untuk diperbincangkan apalagi dijadikan amaliyah di era moderen.

Di sisi lain, seiring dengan semakin tenggelamnya nilai-nilai kesederhanaan yang disertai pudarnya ajaran cinta kasih kepada sesama, maka bermunculan tren baru, yaitu pola hidup hedonis, glamour, elit, keren abis, gaul, yang semuanya muncul akibat ketamakan. Hal ini terjadi mulai dari lapisan masyarakat yang kebetulan “kaya” sampai yang terpaksa “miskin”.

Untuk lapisan pertama, pola hidup glamour dan hedon (mewah) masih memilki ruang dan daya tawar. Sebab mereka mempunyai sarana dan segudang fasilitas harta yang dimilikinya, kendati semua itu bukan sesuatu yang laik dan terpuji.

Namun, untuk lapisan berikutnya, yang terpaksa “miskin”, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan pertama, jika tetap dengan penampilan “miskin”, takut disebut kurang gaul. Pilihan kedua, kalau mau gaul modalnya apa? Baik pilihan pertama atau kedua sama-sama mengerikan jika orang tersebut tidak mendapatkan hidayah Allah. Karena mereka akan terseret oleh arus yang menjerumuskannya pada perbuatan nista demi meraih identitas semu yaitu seperti “orang kaya”.

Lebih dari itu, di kalangan kaum terpelajar –tak terkecuali kaum santri- juga sudah menjamur pola hidup yang sering diistilahkan “gaul abis”. Para pelajar yang sebagian besar masih disubsidi oleh orangtua tersebut juga terjangkit virus kronis ini. Mereka bangga bila mampu menunjukkan atribut atau aksesoris “gaul”.

Ironisnya, kebanggaan itu tidak dibarengi dengan perilaku yang mencerminkan rasa syukur atas segala yang telah dimilikinya. Bahkan, kerapkali dijadikan jembatan untuk berbuat kufur dan maksiat kepada Allah yang Maha Pemberi!

Jika demikian, maka sadarilah bahwa kita telah terjebak dalam tipuan dunia yang menyebabkan kita tidak terhormat dunia-akhirat. Betapa tidak, di satu sisi kita mengkufuri nikmat Allah yang telah kita terima. Di sisi lain, kita telah mengkhianati amanah orangtua atau siapa saja yang telah mensubsidi kita dengan penuh husnudzan.

Secara tidak sadar kita telah melukai perasaan orang-orang di sekitar kita yang terpaksa “miskin” dan tidak pernah merasakan nikmatnya aksesoris atau atribut “gaul”, padahal mereka juga mempunyai selera sama.

Untuk itulah, solusinya adalah mari membiasakan diri hidup sederhana. Qona`ah bisa menjadi hal solutif. Qona`ah ialah sifat menerima apa adanya. Ia merupakan harta yang tidak pernah sirna.

Imam Al Ghazali memberi kiat-kiat agar kita memiliki sifat qona`ah,

Pertama, kesederhanaan dalam penghidupan dan pembelanjaan. Di dalam hadits disebutkan, “Pengaturan adalah separo dari penghidupan.”

Kedua, pendek angan-angan. Sehingga ia tidak bergelut dengan kebutuhan-kebutuhan sekunder.

Ketiga, hendaklah ia mengetahui apa yang dikandung di dalam sifat qona`ah berupa kemuliaan dan terhindar dari meminta-minta serta mengetahui kehinaan dan ketamakan.

Maka dengan cara ini, lanjut Al Ghazali, insya Allah ia akan bebas dari ketamakan.[ Al Ghazali, Mutiara Ihya `Ulumuddin, (terj.) Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 2003), cet. XV, hlm. 265.]

Ingatlah, semua adalah titipan Allah, bukan milik manusia hakiki. Dan semuanya akan kembali pada-Nya yang tentunya dengan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban)-nya masing-masing.

Sebagai penutup, cukuplah sebuah riwayat bahwa Rasulullah senantisa tidur di atas tikar, sehingga tampak membekas di pipi sang baginda yang mulia.

Apabila “Insan Kamil” itu yang kemuliannya meliputi alam semesta hanya memilih untuk menikmati hidupnya dengan penuh kesederhanaan, lalu siapakah kita, jika dibanding Rasulullah?[hidayatullah.com]

Ulama yang Ditakuti Penguasa


Syeikh Izzudin dikenal sebagai ulama yang berwibawa di hadapan penguasa dan dicintai oleh rakyatnya. Adakah ulama seperti ini sekarang?

DALAM situasi yang demikian khidmat, Syeikh Izzuddin memanggil Sang Sultan dengan suara tinggi,”Wahai Ayub! Apa jawabanmu kelak ketika Allah mengatakan kepadamu,’Bukankah kau telah Kuberi kekuasaan di Mesir, akan tetapi kau lantas menghalalkan khamr?’”

Sultan menjawab,”apa yang terjadi?”

”Iya, kedai fulan telah menjualnya dan menjual barang-barang haram yang lainnya, sedangkan kau lalai karena kenikmatan kekuasaan.” Jawab Izzuddin, dan pasukan yang mengelilingi sultan pun ikut terdiam tidak berkutik.

”Itu sudah ada sejak zaman ayah kami.” Sultan membalas.

”Engkau termasuk mereka yang berkata, “Sesungguhnya kami mendapati ayah-ayah kami mengikuti suatu ajaran.’” Jawab ulama yang bergelar Syaikh Al Islam ini.

Akhirnya, Sultan Shalih Najmuddin Ayub mengeluarkan perintah untuk menutup kedai tersebut.

Kabar ini tersiar di seluruh penjuru Mesir, hingga murid beliau Syaikh Abu Abdullah Muhammad An Nu’man mendengarnya, hingga ia bertanya, bagaimana gurunya itu berani melakukannya, tanpa ada rasa takut.

”Wahai anakku, aku melihat darinya ada perasaan bahwa dirinya terhormat, maka harus aku merendahkannya, agar kesombongannya tidak mencelakai dirinya sendiri” Dan Izzuddin juga menyampaikan bahwa Allah telah memberikan kepadanya kewibawaan, hingga para penguasa tidak berdaya di hadapannya.

Peristiwa selain itu, yang juga disebutkan dalam Thabaqat As Syafi’iyah (8/211-217), terulang kembali, setelah bangsa Tatar memporak-porandakan Baghdad, mereka hendak memasuki Syam yang berjarak tidak terlalu jauh dari Mesir. Saat itu, pasukan Mesir ketakutan, hingga kerajaan meminta saran dari Izzuddin.

Akhirnya, beliau menyampaikan sarannya,”Kalian harus keluar, saya jamin, kalian memperoleh kemenangan.”

”Uang anggaran kami sedikit, kami perlu berhutang kepada para pedagang.” Kata Sultan.

”Kau kumpulkan perhiasan dari para isterimu, demikian juga para pejabat, menyerahkan emas yang mereka miliki terlebih dahulu, baru jika itu tidak cukup, silahkan meminjam”, Jawab Izzuddin.

Akan tetapi, penguasa masih berlambat-lambat untuk melakukan penyerangan. Mereka menginginkan peperangan dilakukan setelah hari raya. Tapi, bukan Syeikh Izuddin kalau harus diam saja, beliau meminta secara tegas agar penyerangan dilakukan pada bulan Ramadhan. Hingga akhirnya, pasukan keluar Mesir di saat bulan suci berlangsung.

Akhirnya mereka bertemu pasukan Tatar di desa Ain Jalut, peperangan dasyat terjadi. Disanalah Tatar diporak-porandakan, sedangkan pemimpinnya dihukum pancung, dan ekspansi pasukan brutal itu berakhir di desa ini.

Ada lagi, peristiwa yang menunjukkan bahwa Syaikh Izzuddin lebih berkuasa daripada para sultan itu sendiri. Setelah Syaikh Izzuddin mengetehui bahwa beberapa pejabat ternyata masih berstatus budak, beliau mengeluarkan fatwa bahwa mereka harus dimerdekakan terlebih dahulu dengan harta baitul mal, sehingga mereka berhak untuk melakukan tugas. Kontan fatwa ini membuat mereka, apalagi Wakil Sultan, termasuk pihak yang disebutkan Izzuddin. Walhasil, mereka menolak mentah-mentah ajakan murid Hafidz Ibnu Asakir ini.

Mendengar kabar itu, Syeikh Izzuddin berencana keluar dari Mesir menuju Syam beserta keluarganya, dengan mengendarai beberapa ekor keledai. Akan tetapi semua penduduk mencegahnya, anak-anak, para wanita, serta para pedagang keluar, mereka menginginkan agar Syeikh Izzuddin tetap tinggal di Mesir.

Mendengar kabar demikian, Sultan dengan kendaraannya sendiri segera berangkat untuk menyusul Syaikh Izzuddin. ”Kalau dia sampai keluar Mesir, kekuasaanmu bisa segera jatuh!” Kata beberapa pihak kepada Sultan.

Akhirnya, Sultan sendiri memohon agar ulama Syafi’i ini tetap tinggal di Mesir. Selanjutnya, semua pajabat yang dipandang masih sebagai budak, dimerdekakan melalui ulama ini, dengan harta yang tidak sedikit dari baitul mal.

Walhasil, selama penulis kitab Qawaid Al Ahkam fi Mashalih Al Anam ini masih hidup, para penguasa tidak mampu berbuat apa-apa. Sehingga ketika beliau wafat dan jenazahnya diangkat melewati benteng, Sultan Dhahir Bebres mengatakan,”Hari ini aku mendapat kewenangan penuh atas kekuasaan, karena Syaikh ini, jika mengatakan kepada manusia,’Jangan mentaati dia!’ Maka kakuasaan benar-benar akan lepas dariku.” [thoriq/www.hidayatullah.com]

Minggu, 20 Maret 2011

NICOLAUS COPERNICUS (1473-1543) SI AHLI PERBINTANGAN


Astronom (ahli perbintangan) berkebangsaan Polandia yang bernama Nicolaus Copernicus (nama Polandianya: Mikolaj Kopernik), dilahirkan tahun 1473 di kota Torun di tepi sungai Vistula, Polandia. Dia berasal dari keluarga berada. Sebagai anak muda belia, Copernicus belajar di Universitas Cracow, selaku murid yang menaruh minat besar terhadap ihwal ilmu perbintangan. Pada usia dua puluhan dia pergi melawat ke Italia, belajar kedokteran dan hukum di Universitas Bologna dan Padua yang kemudian dapat gelar Doktor dalam hukum gerejani dari Universitas Ferrara. Copernicus menghabiskan sebagian besar waktunya tatkala dewasa selaku staf pegawai Katedral di Frauenburg (istilah Polandia: Frombork), selaku ahli hukum gerejani yang sesungguhnya Copernicus tak pernah jadi astronom profesional, kerja besarnya yang membikin namanya melangit hanyalah berkat kerja sambilan.

Selama berada di Italia, Copernicus sudah berkenalan dengan ide-ide filosof Yunani Aristarchus dari Samos (abad ke-13 SM). Filosof ini berpendapat bahwa bumi dan planit-planit lain berputar mengitari matahari. Copernicus jadi yakin atas kebenaran hipotesa “heliocentris” ini, dan tatkala dia menginjak usia empat puluh tahun dia mulai mengedarkan buah tulisannya diantara teman-temannya dalam bentuk tulisan-tulisan ringkas, mengedepankan cikal bakal gagasannya sendiri tentang masalah itu. Copernicus memerlukan waktu bertahun-tahun melakukan pengamatan, perhitungan cermat yang diperlukan untuk penyusunan buku besarnya De Revolutionibus Orbium Coelestium (Tentang Revolusi Bulatan Benda-benda Langit), yang melukiskan teorinya secara terperinci dan mengedepankan pembuktian-pembuktiannya.

Di tahun 1533, tatkala usianya menginjak enam puluh tahun, Copernicus mengirim berkas catatan-catatan ceramahnya ke Roma. Di situ dia mengemukakan prinsip-prinsip pokok teorinya tanpa mengakibatkan ketidaksetujuan Paus. Baru tatkala umurnya sudah mendekati tujuh puluhan, Copernicus memutuskan penerbitan bukunya, dan baru tepat pada saat meninggalnya dia dikirimi buku cetakan pertamanya dari si penerbit. Ini tanggal 24 Mei 1543.

Dalam buku itu Copernicus dengan tepat mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, serta planet-planet lain semuanya berputar mengelilingi matahari. Tapi, seperti halnya para pendahulunya, dia membuat perhitungan yang serampangan mengenai skala peredaran planet mengelilingi matahari. Juga, dia membuat kekeliruan besar karena dia yakin betul bahwa orbit mengandung lingkaran-lingkaran. Jadi, bukan saja teori ini ruwet secara matematik, tapi juga tidak betul. Meski begitu, bukunya lekas mendapat perhatian besar. Para astronom lain pun tergugah, terutama astronom berkebangsaan Denmark, Tycho Brahe, yang melakukan pengamatan lebih teliti dan tepat terhadap gerakan-gerakan planet. Dari data-data hasil pengamatan inilah yang membikin Johannes Kepler akhirnya mampu merumuskan hukum-hukum gerak planet yang tepat.

Sistem alam semesta Copernicus

Meski Aristarchus lebih dari tujuh belas abad lamanya sebelum Copernicus sudah mengemukakan persoalan-persoalan menyangkut hipotesa peredaran benda-benda langit, adalah layak menganggap Copernicuslah orang yang memperoleh penghargaan besar. Sebab, betapapun Aristarchus sudah mengedepankan pelbagai masalah yang mengandung inspirasi, namun dia tak pernah merumuskan teori yang cukup terperinci sehingga punya manfaat dari kacamata ilmiah. Tatkala Copernicus menggarap perhitungan matematik hipotesa-hipotesa secara terperinci, dia berhasil mengubahnya menjadi teori ilmiah yang punya arti dan guna. Dapat digunakan untuk dugaan-dugaan, dapat dibuktikan dengan pengamatan astronomis, dapat bermanfaat di banding lain-lain teori yang terdahulu bahwa dunialah yang jadi sentral ruang angkasa.

Jelaslah dengan demikian, teori Copernicus telah merevolusionerkan konsep kita tentang angkasa luar dan sekaligus sudah merombak pandangan filosofis kita. Namun, dalam hal penilaian mengenai arti penting Copernicus, haruslah diingat bahwa astronomi tidaklah mempunyai jangkauan jauh dalam penggunaan praktis sehari-hari seperti halnya fisika kimia dan biologi. Sebab, hakekatnya orang bisa membikin peralatan televisi, mobil, atau pabrik kimia modern tanpa mesti secuwil pun menggunakan teori Copernicus. (Sebaliknya, orang tidak bakal bisa membikin benda-benda itu tanpa menggunakan buah pikiran Faraday, Maxwell, Lavosier atau Newton).

Tetapi, jika semata-mata kita mengarahkan perhatian hanya semata-mata kepada pengaruh langsung Copernicus di bidang teknologi, kita akan kehilangan arti penting Copernicus yang sesungguhnya. Buku Copernicus punya makna yang tampaknya tak memungkinkan baik Galileo maupun Kepler menyelesaikan kerja ilmiahnya. Kesemua mereka adalah pendahulu-pendahulu yang penting dan menentukan bagi Newton, dan penemuan merekalah yang membikin kemungkinan bagi Newton merumuskan hukum-hukum gerak dan gaya beratnya. Secara historis, penerbitan De Revolutionobus Orbium Coelestium merupakan titik tolak astronomi modern. Lebih dari itu, merupakan titik tolak pengetahuan modern.

CHARLES DARWIN (1809-1882) DAN TEORI EVOLUSI


Lahirnya bersamaan benar dengan Abraham Lincoln, 12 Februari 1809 di Shrewsbury, Inggris. Charles Darwin penemu teori evolusi organik dalam arti seleksi alamiah ini pada umur enam belas tahun masuk Universitas Edinburg belajar kedokteran, tetapi baik kedokteran maupun anatomi dianggapnya ilmu yang bikin jemu. Tak lama kemudian dia pindah ke Cambridge belajar unsur administrasi perkantoran. Walau begitu, berburu dan naik kuda di Cambridge jauh lebih digemarinya ketimbang belajar ilmu itu. Dan walaupun begitu, dia toh masih bisa memikat perhatian salah satu mahagurunya yang mendorongnya supaya ikut dalam pelayaran penyelidikan di atas kapal H.M.S. Beagle sebagai seorang naturalis. Mula-mula ayahnya keberatan dengan penunjukan ini. Pikirnya, perjalanan macam itu hanyalah dalih saja buat Darwin yang enggan dengan pekerjaan serius. Untungnya, belakangan sang ayah bisa dibujuk dan merestui perjalanan itu yang akhirnya ternyata merupakan perjalanan yang paling berharga dalam sejarah ilmu pengetahuan Eropa.

Darwin mulai berangkat berlayar di atas kapal Beagle tahun 1831. Waktu itu umurnya baru dua puluh dua tahun. Dalam masa pelayaran lima tahun, kapal Beagle mengarungi dunia, menyelusuri pantai Amerika Selatan dalam kecepatan yang mengasyikkan, menyelidiki kepulauan Galapagos yang sunyi terpencil, mengambah pulau-pulau di Pacifik, di Samudera Indonesia dan di selatan Samudera Atlantik. Dalam perkelanaan itu, Darwin menyaksikan banyak keajaiban-keajaiban alam, mengunjungi suku-suku primitif, menemukan jumlah besar fosil-fosil, meneliti pelbagai macam tetumbuhan dan jenis binatang. Lebih jauh dari itu, dia membuat banyak catatan tentang apa saja yang lewat di depan matanya. Catatan-catatan ini merupakan bahan dasar bagi hampir seluruh karyanya di kemudian hari. Dari catatan-catatan inilah berasal ide-ide pokoknya, dan kejadian-kejadian serta pengalamannya jadi penunjang teori-teorinya.

Darwin kembali ke negerinya tahun 1836 dan dua puluh tahun sesudah itu dia menerbitkan sebarisan buku-buku yang mengangkatnya menjadi seorang biolog kenamaan di Inggris. Terhitung sejak tahun 1837 Darwin yakin betul bahwa binatang dan tetumbuhan tidaklah bersifat tetap, tetapi mengalami perubahan dalam perjalanan sejarah geologi. Pada saat itu dia belum sadar apa yang menjadi sebab-musabab terjadinya evolusi itu. Di tahun 1838 dia baca esai “Tentang prinsip-prinsip kependudukan” Thomas Malthus. Buku Malthus ini menyuguhkannya fakta-fakta yang mendorongnya lebih yakin adanya seleksi alamiah lewat kompetisi untuk mempertahankan kehidupan. Bahkan sesudah Darwin berhasil merumuskan prinsip-prinsip seleksi alamiahnya, dia tidak tergesa-gesa mencetak dan menerbitkannya. Dia sadar, teorinya akan mengundang tantangan-tantangan. Karena itu, dia memerlukan waktu lama dengan hati-hati menyusun bukti-bukti dan memasang kuda-kuda untuk mempertahankan hipotesanya jika ada serangan.

Garis besar teorinya ditulisnya tahun 1842 dan pada tahun 1844 dia mulai menyusun bukunya yang panjang lebar. Di bulan Juni 1858, tatkala Darwin masih sedang menambah-nambah dan menyempurnakan buku karya besarnya, dia menerima naskah dari Alfred Russel Wallace (seorang naturalis Inggris yang waktu itu berada di Timur) menggariskan teorinya sendiri tentang evolusi. Dalam tiap masalah dasar, teori Wallace bersamaan dengan teori Darwin! Wallace menyusun teorinya secara betul-betul berdiri di atas pikirannya sendiri dan mengirim naskah tulisannya kepada Darwin untuk minta pendapat dan komentar dari ilmuwan kenamaan itu sebelum masuk percetakan. Situasinya menjadi tidak enak karena mudah berkembang jadi pertarungan yang tidak dikehendaki untuk perebutan prioritas. Jalan keluarnya, baik naskah Wallace maupun garis-garis besar teori Darwin secara berbarengan dibahas oleh sebuah badan ilmiah pada bulan berikutnya.

Cukup mencengangkan, pengedepanan masalah ini tidak begitu diacuhkan orang. Buku Darwin The Origin of Species terbit pada tahun berikutnya, menimbulkan kegemparan. Memang kenyataannya mungkin tak pernah ada diterbitkan buku ilmu pengetahuan yang begitu tersebar luas dan begitu jadi bahan perbincangan yang begitu hangat, baik di lingkungan para ilmuwan maupun awam seperti terjadi pada buku On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or The Preservation of Favoured Races in the Strugle for Life. Saling adu argumen tetap seru di tahun 1871 tatkala Darwin menerbitkan The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex. Buku ini, mengedepankan gagasan bahwa manusia berasal dari makhluk sejenis monyet, makin menambah serunya perdebatan pendapat.

Darwin sendiri tidak ambil bagian dalam perdebatan di muka publik mengenai teori yang dilontarkannya. Bisa jadi lantaran kesehatan karena sehabis perkelanaannya yang begitu parrjang dengan kapal Beagle (besar kemungkinan akibat demam, akibat penyakit Chaga gigitan serangga di Amerika Latin). Dan bisa jadi karena dia merasa cukup punya pendukung gigih semacam Thomas H. Huxley seorang jago debat dan pembela teori Darwin, sebagian terbesar ilmuwan menyetujui dasar-dasar kebenaran teori Darwin tatkala yang bersangkutan niati tahun 1882.

Sebenarnya –jika mau bicara tulen atau tidak tulen– bukanlah Darwin penemu pertama teori evolusi makhluk. Beberapa orang telah menyuarakannya sebelum dia, termasuk naturalis Perancis Jean Lamarek dan kakek Darwin sendiri, Erasmus Darwin.

Tetapi, hipotesa mereka tidak pernah diterima oleh dunia ilmu pengetahuan karena tak mampu memberi keyakinan bagaimana dan dengan cara apa evolusi terjadi. Sumbangan Darwin terbesar adalah kesanggupannya bukan saja menyuguhkan mekanisme dari seleksi alamiah yang mengakibatkan terjadinya evolusi alamiah, tetapi dia juga sanggup menyuguhkan banyak bukti-bukti untuk menunjang hipotesanya.

Layak dicatat, teori Darwin dirumuskan tanpa sandaran teori genetik apa pun atau bahkan dia tak tahu-menahu mengenai pengetahuan itu. Di masa Darwin, tak seorang pun faham ihwal khusus bagaimana suatu generasi berikutnya. Meskipun Gregor Mendel sedang merampungkan hukum-hukum keturunan pada tahun-tahun berbarengan dengan saat Darwin menulis dan menerbitkan bukunya yang membikin sejarah, hasil karya Mendel yang menunjang teori Darwin begitu sempurnanya, Mendel nyaris sepenuhnya tak diacuhkan orang sampai tahun 1900, saat teori Darwin sudah begitu mapan dan mantap. Jadi, pengertian modern kita perihal evolusi –yang merupakan gabungan antara ilmu genetik keturunan dengan hukum seleksi alamiah– lebih lengkap ketimbang teori yang disodorkan Darwin.

Pengaruh Darwin terhadap pemikiran manusia dalam sekah. Dalam kaitan dengan ilmu pengetahuan murni, tentu saja, dia sudah melakukan tindak revolusioner semua aspek bidang biologi. Seleksi alamiah betul-betul punya prinsip yang teramat luas serta mendasar, dan pelbagai percobaan sudah dilakukan penerapannya di pelbagai bidang-seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik dan ekonomi.

Bahkan barangkali pengaruh Darwin lebih penting terhadap pemikiran agama ketimbang terhadap segi ilmu pengetahuan atau sosiologi. Pada masa Darwin dan bertahun-tahun sesudahnya, banyak penganut setia Nasrani percaya bahwa menerima teori Darwin berarti menurunkan derajat kepercayaan terhadap agama. Kekhawatiran mereka ini barangkali ada dasarnya biarpun jelas banyak sebab faktor lain yang jadi lantaran lunturnya kepercayaan beragama. (Darwin sendiri menjadi seorang sekuler).

Bahkan atas dasar sekuler, teori Darwin mengakibatkan perubahan besar pada cara manusia dalam hal mereka memikirkan ihwal dunia mereka (bangsa manusia itu tampaknya) secara keseluruhan tidak lagi menduduki posisi sentral dalam skema alamiah alam makhluk sebagaimana tadinya mereka akukan. Kini kita harus memandang diri kita sebagai salah satu bagian saja dari sekian banyak makhluk dan kita mengakui adanya kemungkinan bahwa sekali tempo akan tergeser. Akibat dari hasil penyelidikan Darwin, pandangan Heraclitus yang berkata, “Tak ada yang permanen kecuali perubahan” menjadi diterima secara lebih luas. Sukses teori evolusi sebagai penjelasan umum mengenai asal-usul manusia telah lebih mengokohkan kepercayaan terhadap kemampuan ilmu pengetahuan menjawab segala pertanyaan dunia fisik (walaupun tidak semua persoalan manusia dan kemanusiaan). Istilah Darwin, “Yang kuat mengalahkan yang lemah” dan “Pergulatan untuk hidup” telah masuk menjadi bagian kamus kita.

Memang teori Darwin akan terjelaskan juga walau misalnya Darwin tak pernah hidup di dunia. Apalagi diukur dari apa yang sudah dihasilkan Wallace, hal ini amat mengandung kebenaran, lebih dari ihwal siapa pun yang tertera di dalam daftar buku ini. Namun, adalah tulisan-tulisan Darwin yang telah merevolusionerkan biologi dan antropolgi dan dialah yang telah mengubah pandangan kita tentang kedudukan manusia di dunia.

GALILEO GALILEI (1564-1642) DAN METODE ILMIAH MODERN


Ilmuwan Itali besar ini mungkin lebih bertanggung jawab terhadap perkembangan metode ilmiah dari siapa pun juga. Galileo lahir di Pisa, tahun 1564. Selagi muda belajar di Universitas Pisa tetapi mandek karena urusan keuangan. Meski begitu tahun 1589 dia mampu dapat posisi pengajar di universitas itu. Beberapa tahun kemudian dia bergabung dengan Universitas Padua dan menetap di sana hingga tahun 1610. Dalam masa inilah dia menciptakan tumpukan penemuan-penemuan ilmiah.

Sumbangan penting pertamanya di bidang mekanika. Aristoteles mengajarkan, benda yang lebih berat jatuh lebih cepat ketimbang benda yang lebih enteng, dan bergenerasi-generasi kaum cerdik pandai menelan pendapat filosof Yunani yang besar pengaruh ini. Tetapi, Galileo memutuskan mencoba dulu benar-tidaknya, dan lewat serentetan eksperimen dia berkesimpulan bahwa Aristoteles keliru. Yang benar adalah, baik benda berat maupun enteng jatuh pada kecepatan yang sama kecuali sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran udara. (Kebetulan, kebiasaan Galileo melakukan percobaan melempar benda dari menara Pisa tampaknya tanpa sadar).

Mengetahui hal ini, Galileo mengambil langkah-langkah lebih lanjut. Dengan hati-hati dia mengukur jarak jatuhnya benda pada saat yang ditentukan dan mendapat bukti bahwa jarak yang dilalui oleh benda yang jatuh adalah berbanding seimbang dengan jumlah detik kwadrat jatuhnya benda. Penemuan ini (yang berarti penyeragaman percepatan) memiliki arti penting tersendiri. Bahkan lebih penting lagi Galileo berkemampuan menghimpun hasil penemuannya dengan formula matematik. Penggunaan yang luas formula matematik dan metode matematik merupakan sifat penting dari ilmu pengetahuan modern.

Sumbangan besar Galileo lainnya ialah penemuannya mengenai hukum kelembaman. Sebelumnya, orang percaya bahwa benda bergerak dengan sendirinya cenderung menjadi makin pelan dan sepenuhnya berhenti kalau saja tidak ada tenaga yang menambah kekuatan agar terus bergerak. Tetapi percobaan-percobaan Galileo membuktikan bahwa anggapan itu keliru. Bilamana kekuatan melambat seperti misalnya pergeseran, dapat dihilangkan, benda bergerak cenderung tetap bergerak tanpa batas. Ini merupakan prinsip penting yang telah berulang kali ditegaskan oleh Newton dan digabungkan dengan sistemnya sendiri sebagai hukum gerak pertama salah satu prinsip vital dalam ilmu pengetahuan.

Menara miring Pisa yang dianggap digunakan oleh Galileo mendemonstrasikan hukum-hukum mengenai jatuhnya sesuatu benda

Penemuan Galileo yang paling masyhur adalah di bidang astronomi. Teori perbintangan di awal tahun 1600-an berada dalam situasi yang tak menentu. Terjadi selisih pendapat antara penganut teori Copernicus yang matahari-sentris dan penganut teori yang lebih lama, yang bumi-sentris. Sekitar tahun 1609 Galileo menyatakan kepercayaannya bahwa Copernicus berada di pihak yang benar, tetapi waktu itu dia tidak tahu cara membuktikannya. Di tahun 1609, Galileo dengar kabar bahwa teleskop diketemukan orang di Negeri Belanda. Meskipun Galileo hanya mendengar samar-samar saja mengenai peralatan itu, tetapi berkat kegeniusannya dia mampu menciptakan sendiri teleskop. Dengan alat baru ini dia mengalihkan perhatiannya ke langit dan hanya dalam setahun dia sudah berhasil membikin serentetan penemuan besar.

Dilihatnya bulan itu tidaklah rata melainkan benjol-benjol, penuh kawah dan gunung-gunung. Benda-benda langit, kesimpulannya, tidaklah rata serta licin melainkan tak beraturan seperti halnya wajah bumi. Ditatapnya Bima Sakti dan tampak olehnya bahwa dia itu bukanlah semacam kabut samasekali melainkan terdiri dari sejumlah besar bintang-bintang yang dengan mata telanjang memang seperti teraduk dan membaur satu sama lain.

Kemudian diincarnya planit-planit dan tampaklah olehnya Saturnus bagaikan dilingkari gelang. Teleskopnya melirik Yupiter dan tahulah dia ada empat buah bulan berputar-putar mengelilingi planit itu. Di sini terang-benderanglah baginya bahwa benda-benda angkasa dapat berputar mengitari sebuah planit selain bumi. Keasyikannya menjadi-jadi: ditatapnya sang surya dan tampak olehnya ada bintik-bintik dalam wajahnya. Memang ada orang lain sebelumnya yang juga melihat bintik-bintik ini, tetapi Galileo menerbitkan hasil penemuannya dengan cara yang lebih efektif dan menempatkan masalah bintik-bintik matahari itu menjadi perhatian dunia ilmu pengetahuan. Selanjutnya, penelitiannya beralih ke planit Venus yang memiliki jangka serupa benar dengan jangka bulan. Ini merupakan bagian dari bukti penting yang mengukuhkan teori Copernicus bahwa bumi dan semua planit lainnya berputar mengelilingi matahari.

Ilustrasi dari hukum daya pengungkit Galileo dipetik dari buku Galileo ‘Perbincangan Matematik dan Peragaan’

Penemuan teleskop dan serentetan penemuan ini melempar Galileo ke atas tangga kemasyhuran. Sementara itu, dukungannya terhadap teori Copernicus menyebabkan dia berhadapan dengan kalangan gereja yang menentangnya habis-habisan. Pertentangan gereja ini mencapai puncaknya di tahun 1616: dia diperintahkan menahan diri dari menyebarkan hipotesa Copernicus. Galileo merasa tergencet dengan pembatasan ini selama bertahun-tahun. Baru sesudah Paus meninggal tahun 1623, dia digantikan oleh orang yang mengagumi Galileo. Tahun berikutnya, Paus baru ini –Urban VIII– memberi pertanda walau samar-samar bahwa larangan buat Galileo tidak lagi dipaksakan.

Enam tahun berikutnya Galileo menghabiskan waktu menyusun karya ilmiahnya yang penting Dialog Tentang Dua Sistem Penting Dunia. Buku ini merupakan peragaan hebat hal-hal yang menyangkut dukungan terhadap teori Copernicus dan buku ini diterbitkan tahun 1632 dengan ijin sensor khusus dari gereja. Meskipun begitu, penguasa-penguasa gereja menanggapi dengan sikap berang tatkala buku terbit dan Galileo langsung diseret ke muka Pengadilan Agama di Roma dengan tuduhan melanggar larangan tahun 1616.

Tetapi jelas, banyak pembesar-pembesar gereja tidak senang dengan keputusan menghukum seorang sarjana kenamaan. Bahkan dibawah hukum gereja saat itu, kasus Galileo dipertanyakan dan dia cuma dijatuhi hukuman enteng. Galileo tidak dijebloskan ke dalam bui tetapi sekedar kena tahanan rumah di rumahnya sendiri yang cukup enak di sebuah villa di Arcetri. Teorinya dia tidak boleh terima tamu, tetapi nyatanya aturan itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hukuman lain terhadapnya hanyalah suatu permintaarn agar dia secara terbuka mencabut kembali pendapatnya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Ilmuwan berumur 69 tahun ini melaksanakannya di depan pengadilan terbuka. (Ada ceritera masyhur yang tidak tentu benarnya bahwa sehabis Galileo menarik lagi pendapatnya dia menunduk ke bumi dan berbisik pelan, “Tengok, dia masih terus bergerak!”). Di kota Arcetri dia meneruskan kerja tulisnya di bidang mekanika. Galileo meninggal tahun 1642.

Sumbangan besar Galileo terhadap kemajuan ilmu pengetahuan sudah lama dikenal. Arti penting peranannya terletak pada penemuan-penemuan ilmiah seperti hukum kelembaman, penemuan teleskopnya, pengamatan bidang astronominya dan kegeniusannya membuktikan hipotesa Copernicus. Dan yang lebih penting adalah peranannya dalam hal pengembangan metodologi ilmu pengetahuan. Umumnya para filosof alam mendasarkan pendapatnya pada pikiran-pikiran Aristoteles serta membuat penyelidikan secara kualitatif dan fenomena yang terkategori. Sebaliknya, Galileo menetapkan fenomena dan melakukan pengamatan atas dasar kuantitatif. Penekanan yang cermat terhadap perhitungan secara kuantitatif sejak itu menjadi dasar penyelidikan ilmu pengetahuan di masa-masa berikutnya.

Galileo mungkin lebih punya tanggung jawab daripada orang mana pun untuk penyelidikan ilmiah dengan sikap empiris. Dialah, dan bukannya yang lain, yang pertama kali menekankan arti penting peragaan percobaan-percobaan, dia menolak pendapat bahwa masalah-masalah ilmiah dapat diputuskan bersama dengan kekuasaan, apakah kekuasaan itu namanya Gereja atau kaidah dalil Aristoteles. Dia juga menolak keras bersandar pada skema-skema yang menggunakan alasan ruwet dan bukannya bersandar pada dasar percobaan yang mantap. Cerdik cendikiawan abad tengah memperbincangkan bertele-tele apa yang harus terjadi dan mengapa sesuatu hal terjadi, tetapi Galileo bersikeras pada arti penting melakukan percobaan untuk memastikan apa sesungguhnya yang terjadi. Pandangan ilmiahnya jelas gamblang tidak berbau mistik, dan dalam hubungan ini dia bahkan lebih modern ketimbang para penerusnya, seperti misalnya Newton.

Galileo, dapat dianggap orang yang taat beragama. Lepas dari hukuman yang dijatuhkan terhadap dirinya dan pengakuannya, dia tidak menolak baik agama maupun gereja. Yang ditolaknya hanyalah percobaan pembesar-pembesar gereja untuk menekan usaha penyelidikan ilmu pengetahuannya. Generasi berikutnya amat beralasan mengagumi Gahleo sebagai lambang pemberontak terhadap dogma dan terhadap kekuasaan otoriter yang mencoba membelenggu kemerdekaan berfikir. Arti pentingnya yang lebih menonjol lagi adalah peranan yang dimainkannya dalam hal meletakkan dasar-dasar metode ilmu pengetahuan modern.

ALBERT EINSTEIN (1879-1955) DAN TEORI RELATIVITAS


Albert Einstein, tak salah lagi, seorang ilmuwan terhebat abad ke-20. Cendekiawan tak ada tandingannya sepanjang jaman. Termasuk karena teori “relativitas”-nya. Sebenarnya teori ini merupakan dua teori yang bertautan satu sama lain: teori khusus “relativitas” yang dirumuskannya tahun 1905 dan teori umum “relativitas” yang dirumuskannya tahun 1915, lebih terkenal dengan hukum gaya berat Einstein. Kedua teori ini teramat rumitnya, karena itu bukan tempatnya di sini menjelaskan sebagaimana adanya, namun uraian ala kadarnya tentang soal relativitas khusus ada disinggung sedikit. Pepatah bilang, “semuanya adalah relatif.” Teori Einstein bukanlah sekedar mengunyah-ngunyah ungkapan yang nyaris menjemukan itu. Yang dimaksudkannya adalah suatu pendapat matematik yang pasti tentang kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif. Hakikatnya, penilaian subyektif terhadap waktu dan ruang tergantung pada si penganut. Sebelum Einstein, umumnya orang senantiasa percaya bahwa dibalik kesan subyektif terdapat ruang dan waktu yang absolut yang bisa diukur dengan peralatan secara obyektif. Teori Einstein menjungkir-balikkan secara revolusioner pemikiran ilmiah dengan cara menolak adanya sang waktu yang absolut. Contoh berikut ini dapat menggambarkan betapa radikal teorinya, betapa tegasnya dia merombak pendapat kita tentang ruang dan waktu

Bayangkanlah sebuah pesawat ruang angkasa –sebutlah namanya X–meluncur laju menjauhi bumi dengan kecepatan 100.000 kilometer per detik. Kecepatan diukur oleh pengamat, baik yang berada di pesawat ruang angkasa X maupun di bumi, dan pengukuran mereka bersamaan. Sementara itu, sebuah pesawat ruang angkasa lain yang bernama Y meluncur laju pada arah yang sama dengan pesawat ruang angkasa X tetapi dengan kecepatan yang berlebih. Apabila pengamat di bumi mengukur kecepatan pesawat ruang angkasa Y, mereka mengetahui bahwa pesawat itu melaju menjauhi bumi pada kecepatan 180.000 kilometer per detik. Pengamat di atas pesawat ruang angkasa Y akan berkesimpulan serupa.

Nah, karena kedua pesawat ruang angkasa itu melaju pada arah yang bersamaan, akan tampak bahwa beda kecepatan antara kedua pesawat itu 80.000 kilometer per detik dan pesawat yang lebih cepat tak bisa tidak akan bergerak menjauhi pesawat yang lebih lambat pada kadar kecepatan ini.

Tetapi, teori Einstein memperhitungkan, jika pengamatan dilakukan dari kedua pesawat ruang angkasa, mereka akan bersepakat bahwa jarak antara keduanya bertambah pada tingkat ukuran 100.000 kilometer per detik, bukannya 80.000 kilometer per detik.

Kelihatannya hal ini mustahil. Kelihatannya seperti olok-olok. Pembaca menduga seakan ada bau-bau tipu. Menduga jangan-jangan ada perincian yang disembunyikan. Padahal, sama sekali tidak! Hasil ini tidak ada hubungannya dengan tenaga yang digunakan untuk mendorong mereka.

Tak ada keliru pengamatan. Walhasil, tak ada apa pun yang kurang, alat rusak atau kabel melintir. Mulus, polos, tak mengecoh. Menurut Einstein, hasil kesimpulan yang tersebut di atas tadi semata-mata sebagai akibat dari sifat dasar alamiah ruang dan waktu yang sudah bisa diperhitungkan lewat rumus ihwal komposisi kecepatannya.

Tampaknya merupakan kedahsyatan teoritis, dan memang bertahun-tahun orang menjauhi “teori relativitas” bagaikan menjauhi hipotesa “menara gading,” seolah-olah teori itu tak punya arti penting samasekali. Tak seorang pun –tentu saja tidak– membuat kekeliruan hingga tahun 1945 tatkala bom atom menyapu Hiroshima dan Nagasaki. Salah satu kesimpulan “teori relativitas” Einstein adalah benda dan energi berada dalam arti yang berimbangan dan hubungan antara keduanya dirumuskan sebagai E = mc2. E menunjukkan energi dan m menunjukkan massa benda, sedangkan c merupakan kecepatan cahaya. Nah, karena c adalah sama dengan 180.000 kilometer per detik (artinya merupakan jumlah angka amat besar) dengan sendirinya c2 (yang artinya c x c) karuan saja tak tepermanai besar jumlahnya. Dengan demikian berarti, meskipun pengubahan sebagian kecil dari benda mampu mengeluarkan jumlah energi luar biasa besarnya.

Orang karuan saja tak bakal bisa membikin sebuah bom atom atau pusat tenaga nuklir semata-mata berpegang pada rumus E = mc2. Haruslah dikaji pula dalam-dalam, banyak orang memainkan peranan penting dalam proses pembangkitan energi atom. Namun, bagaimanapun juga, sumbangan pikiran Einstein tidaklah meragukan lagi. Tak ada yang cekcok dalam soal ini. Lebih jauh dari itu, tak lain dari Einstein orangnya yang menulis surat kepada Presiden Roosevelt di tahun 1939, menunjukkan terbukanya kemungkinan membikin senjata atom dan sekaligus menekankan arti penting bagi Amerika Serikat selekas-lekasnya membikin senjata itu sebelum didahului Jerman. Gagasan itulah kemudian mewujudkan “Proyek Manhattan” yang akhirnya bisa menciptakan bom atom pertama.

“Teori relativitas khusus” mengundang beda pendapat yang hangat, tetapi dalam satu segi semua sepakat, teori itu merupakan pemikiran yang paling meragukan yang pernah dirumuskan manusia. Tetapi, tiap orang ternyata terkecoh karena “teori relativitas umum” Einstein merupakan titik tolak pikiran lain bahwa pengaruh gaya berat bukanlah lantaran kekuatan fisik dalam makna yang biasa, melainkan akibat dari bentuk lengkung angkasa luar sendiri, suatu pendapat yang amat mencengangkan!

Bagaimana bisa orang mengukur bentuk lengkung ruang angkasa?

Einstein bukan sekedar mengembangkan secara teoritis, melainkan dituangkannya ke dalam rumusan matematik yang jernih dan jelas sehingga orang bisa melakukan ramalan yang nyata dan hipotesanya bisa diuji. Pengamatan berikutnya –dan ini yang paling cemerlang karena dilakukan tatkala gerhana matahari total– telah berulang kali diyakini kebenarannya karena bersamaan benar dengan apa yang dikatakan Einstein.

Teori umum tentang relativitas berdiri terpisah dalam beberapa hal dengan semua hukum-hukum ilmiah. Pertama, Einstein merumuskan teorinya tidak atas dasar percobaan-percobaan, melainkan atas dasar-dasar kehalusan simetri dan matematik. Pendeknya berpijak diatas dasar rasional seperti lazimnya kebiasaan para filosof Yunani dan para cendekiawan abad tengah perbuat. Ini berarti, Einstein berbeda cara dengan metode ilmuwan modern yang berpandangan empiris. Tetapi, bedanya ada juga: pemikir Yunani dalam hal pendambaan keindahan dan simetri tak pernah berhasil mengelola dan menemukan teori yang mekanik yang mampu bertahan menghadapi percobaan pengujian yang rumit-rumit, sedangkan Einstein dapat bertahan dengan sukses terhadap tiap-tiap percobaan. Salah satu hasil dari pendekatan Einstein adalah bahwa teori umum relativitasnya dianggap suatu yang amat indah, bergaya, teguh dan secara intelektual memuaskan semua teori ilmiah.

Teori relativitas umum juga dalam beberapa hal berdiri secara terpisah. Kebanyakan hukum-hukum ilmiah lain hanya kira-kira saja berlaku. Ada yang kena dalam banyak hal, tetapi tidak semua. Sedangkan mengenai teori umum relativitas, sepanjang pengetahuan, sepenuhnya diterima tanpa kecuali. Tak ada keadaan yang tak diketahui, baik dalam kaitan teoritis atau percobaan praktek yang menunjukkan bahwa ramalan-ramalan teori umum relativitas hanya berlaku secara kira-kira. Bisa saja percobaan-percobaan di masa depan merusak nama baik hasil sempurna yang pernah dicapai oleh sesuatu teori, tetapi sepanjang menyangkut teori umum relativitas, jelas tetap merupakan pendekatan yang paling diandalkan bagi setiap ilmuwan dalam usahanya menuju kebenaran terakhir.

Meskipun Einstein teramat terkenal dengan “teori relativitas”-nya, keberhasilan karyanya di bidang ilmiah lain juga membuatnya tersohor selaku ilmuwan dalam setiap segi. Nyatanya, Einstein peroleh Hadiah Nobel untuk bidang fisika terutama lantaran buah pikiran tertulisnya membeberkan efek-efek foto elektrik, sebuah fenomena penting yang sebelumnya merupakan teka-teki para cerdik pandai. Dalam karya tulisan ilmiah itu Einstein membuktikan eksistensi photon, atau partikel cahaya.

Anggapan lama lewat percobaan yang tersendat-sendat mengatakan bahwa cahaya itu terdiri dari gelombang elektro magnit, dan gelombang serta partikel merupakan konsep yang berlawanan. Sedangkan hipotesa Einstein menunjukkan suatu perbedaan yang radikal dan amat bertentangan dengan teori-teori klasik. Bukan saja hukum foto elektriknya terbukti punya arti penting dalam penggunaan, tetapi hipotesanya tentang photon punya pengaruh besar dalam perkembangan teori kuantum (hipotesa bahwa dalam radiasi, energi elektron dikeluarkan tidak kontinyu melainkan dalam jumlah tertentu) yang saat ini merupakan bagian tak terpisahkan dari teori itu.

Dalam hal menilai arti penting Einstein, suatu perbandingan dengan Isaac Newton merupakan hal menyolok. Teori Newton pada dasarnya mudah dipahami, dan kegeniusannya sudah tampak pada awal mula perkembangan. Sedangkan “teori relativitas” Einstein teramat sulit dipahami biarpun lewat penjelasan yang cermat dan hati-hati. Lebih-Lebih rumit lagi jika mengikhtisarkan aslinya! Tatkala beberapa gagasan Newton mengalami benturan dengan gagasan ilmiah pada jamannya, teorinya tak pernah tampak luntur atau goyah dengan pendiriannya. Sebaliknya, “teori relativitas” penuh dengan hal yang saling bertentangan. Ini merupakan bagian dari kegeniusan Einstein bahwa pada saat permulaan, ketika gagasannya masih merupakan hipotesa yang belum diuji yang dikemukakannya selaku orang muda belasan tahun yang samasekali tidak dikenal, dia tak pernah membiarkan kontradiksi yang nyata-nyata ada ini dan mencampakkan teorinya. Sebaliknya malahan dia dengan sangat cermat dan hati-hati merenungkan terus hingga ia mampu menunjukkan bahwa kontradiksi ini hanya pada lahirnya saja sedangkan sebenarnya tiap masalah selalu tersedia untuk memecahkan kontradiksi itu dengan cara yang halus namun cerdik dan tegas.

Kini, kita anggap teori Einstein itu pada dasarnya lebih “correct” ketimbang teori Newton. Jika begitu halnya kenapa Einstein ditempatkan Lebih bawah dalam daftar tingkat urutan buku ini?

Alasannya tersedia. Pertama, teori-teori Newtonlah yang merupakan peletak dasar dan batu pertama ilmu pengetahuan modern dan teknologi. Tanpa karya Newton, kita tidak akan menyaksikan teknologi modern sekarang ini. Bukannya Einstein.

Ada lagi faktor yang menyebabkan mengapa kedudukan Einstein dalam urutan seperti yang pembaca saksikan. Dalam banyak hal, perkembangan suatu ide melibatkan sumbangan pikiran banyak orang. Ini jelas sekali misalnya dalam ihwal sejarah sosialisme, atau dalam pengembangan teori listrik dan magnit. Meskipun Einstein tidak 100% merumuskan “teori relativitas” dengan otaknya sendiri, yang sudah pasti sebagian terbesar memang sahamnya. Adalah adil mengatakan bahwa ditilik dari perbandingan arti penting ide-ide lain, teori-teori relativitas terutama berasal dari kreasi seorang, si genius dan si jempolan, Einstein.

Einstein mendiskusikan teori-teorinya.

Einstein lahir tahun 1879, di kota Ulm, Jerman. Dia memasuki perguruan tinggi di Swiss dan menjadi warganegara Swiss tahun 1900. Di tahun 1905 dia mendapat gelar Doktor dari Universitas Zurich tetapi (anehnya) tak bisa meraih posisi akademis pada saat itu. Di tahun itu pula dia menerbitkan kertas kerja perihal “relatif khusus,” perihal efek foto elektrik, dan tentang teori gerak Brown. Hanya dalam beberapa tahun saja kertas-kertas kerja ini, terutama yang menyangkut relativitas, telah mengangkatnya menjadi salah seorang ilmuwan paling cemerlang dan paling orisinal di dunia. Teori-teorinya sangat kontroversial. Tak ada ilmuwan dunia kecuali Darwin yang pernah menciptakan situasi kontroversial seperti Einstein. Akibat itu, di tahun 1913 dia diangkat sebagai mahaguru di Universitas Berlin dan pada saat berbarengan menjadi Direktur Lembaga Fisika “Kaisar Wilhelm” serta menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia. Jabatan-jabatan ini tidak mengikatnya untuk sebebas-bebasnya mengabdikan sepenuh waktu melakukan penyelidikan-penyelidikan, kapan saja dia suka.

Pemerintah Jerman tidak menyesal menyiram Einstein dengan sebarisan panjang kedudukan yang istimewa itu karena persis dua tahun kemudian Einstein berhasil merumuskan “teori umum relativitas,” dan tahun 1921 dia memperoleh Hadiah Nobel. Sepanjang paruhan terakhir dari kehidupannya, Einstein menjadi buah bibir dunia, dan hampir dapat dipastikan dialah ilmuwan yang masyhur yang pernah lahir ke dunia.

Karena Einstein seorang Yahudi, kehidupannya di Jerman menjadi tak aman begitu Hitler naik berkuasa. Di tahun 1933 dia hijrah ke Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, bekerja di Lembaga Studi Lanjutan Tinggi dan di tahun 1940 menjadi warga negara Amerika Serikat. Perkawinan pertama Einstein berujung dengan perceraian, hanya perkawinannya yang kedua tampaknya baru bahagia. Punya dua anak, keduanya laki-laki. Einstein meninggal dunia tahun 1955 di Princeton.

Einstein senantiasa tertarik pada ihwal kemanusiaan dunia di sekitarnya dan sering mengemukakan pandangan-pandangan politiknya. Dia merupakan pelawan teguh terhadap sistem politik tirani, seorang pendukung gigih gerakan Pacifis, dan seorang penyokong teguh Zionisme. Dalam hal berpakaian dan kebiasaan-kebiasaan sosial dia tampak seorang yang individualistis. Suka humor, sederhana dan ada bakat gesek biola. Tulisan pada nisan makam Newton yang berbunyi: “Bersukarialah para arwah karena hiasan yang ditinggalkannya bagi kemanusiaan!” sebetulnya lebih kena untuk Einstein.