Selasa, 16 Agustus 2011

MASYARAKAT SIPIL DAN DEMOKRATISASI LOKAL


Pasca reformasi ekspresi masyarakat sipil (civil society) dalam ranah demokrasi kembali hidup. Faultier (2001) dikutip Dzuriyatun Toyibah menjelaskan bahwa sejak reformasi 1998 tengah terjadi peningkatan fungsi masyarakat sipil. Fenomena peningkatan fungsi masyarakat sipil di tingkat lokal berkembang seiring waktu, yang kembali mewarnai alur demokrasi di Indonesia.
Masyarakat sipil merupakan masyarakat yang bebas dari ketergantungan pada negara dan pasar, percaya diri, mandiri, sukarela, serta taat terhadap nilai dan norma-norma dalam negara hukum, jalan menuju demokrasi termasuk konsolidasi demokrasi, berangkat dari aksi kolektif gerakan sosial dalam masyarakat sipil. Masyarakat sipil adalah ruang dan aktor penting dalam gerakan sosial menuju demokrasi. Ide masyarakat sipil mencapai ketenaran dalam wacana politik dan pembangunan pada dua dekade belakangan ini. Terutama berhubungan dengan gelombang demokratisasi yang berturut-turut, bermula di Amerika Latin, dan Eropa Timur, dan menyenbar ke seluruh dunia, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Masyarakat sipil di aras lokal nampak jelas dalam perkumpulan atau organisasi dalam bentuk  organisasi keagamaan atau kelompok-kelompok organisasai lainnya.

Sejarah masyarakat sipil pada awalnya merupakan konsep sekuler karena adanya penentangan ilmuwan pada kekuasaan gereja (yang absolut) di abad pertengahan. Kemudian berlanjut pada lahirnya sikap liberal yang mengakui hak-hak individu untuk mengartikulasikan otonomisasi di setiap pilihan-pilihan hidupnya. Akibat adanya sikap liberal ini maka ia membutuhkan ruang umum (public sphere) dan jaminan hukum (law) serta public discourse .

Kerangka demokrasi selalu mengandalkan masyarakat sipil di tingkat lokal karena proses demokrasi lebih banyak dipengaruhi oleh masyarakat terutama di arena lokal. Misalnya saja gerakan masyarakat desa dan komunitas adat tertentu ternyata mampu mempengaruhi jalannya demokrasi di Indonesia.

Ada beberapa contoh yang bisa dijadikan diskursus bagaimana peran besar masyarakat sipil terutama gerakan dari kelompok minoritas/masyarakat kecil, masih segar dalam ingatan kasus Prita dan RS. Omni Internasional, dukungan Bibit – Chandra, (walau dalam pembahasan berfokus pada komunitas lokal), belum lagi dengan gerakan masyarakat sipil di Tunisia (kasus global) dan timur tengah yang akhir-akhir ini menjadi isu menarik dari gerakan sosial, dan gerakan dukungan lain yang berbasis masyarkat sipil nyatanya mampu memberi pengaruh besar dalam proses demokratisasi. Ini bisa menjadi modal sosial dalam masyarakat jika ditumbuhkan diskursus masyarakat sipil.

Rekonsolidasi Menuju Keberadaban

Konsolidasi menurut Larry Diamond mencakup pembiasaan, dimana norma-norma, prosedur-prosedur dan harapan-harapan tentang demokrasi menjadi sedemikian terinternalisasi sehingga para aktor secara rutin, secara mekanis, mencocokkan diri dengan aturan mainnya yang tertulis dan tidak tertulis, bahkan ketika mereka sedang berkonflik dan bersaing.

Konsolidasi memerlukan lebih dari sekedar komitmen pada demokrasi secara abstrak, bahwa demokrasi pada prinsipnya adalah bentuk terbaik pemerintahan. Suara rakyat menjadi penting dalam ranah demokrasi. Suara ini menjadi berarti ketika diintrodusir dalam kehidupan yang berkeadilan, setara dan sejahtera. Adanya struktur dalam masyarakat untuk menghidupkan ruh demokrasi memang tidak gampang, diperlukan prasyarat penting dalam demokrasi.

Di sini, kemudian muncul persoalan tentang keadaban (civility) dan kewarganegaraan (civic) yang memberi karakter bagi masyarakat sipil. Keadaban tidak lagi sekadar menyangkut isu-isu kekerasan, namun juga isu kemandirian; sementara kewarganegaraan menyangkut tanggung jawab politis sebagai warganegara. Kedua isu saling bertautan satu sama lain. Kemandirian terhadap negara tidak lantas digantikan pada ketergantungan pada yang lain sehingga mengikis tanggung jawab kewarganegaraannya.

Untuk itu peran negara sebagai pelindung, memberi ruang pada komunitas kecil baik adat, aliran agama dan keyakinan untuk berekspresi. Banyak konflik yang melibatkan etnis, dan konflik yang sifatnya horizontal karena lemahnya fungsi negara dalam menjamin komunitas-komunitas lokal yang sifatnya minoritas.
Inilah persoalan utama dari komunitas lokal atau kelompok minoritas, persoalan pengakuan dan perlindungan menjadi persoalan utama. Upaya membangun demokrasi yang kuat dari suatu bangsa memungkinkan adanya kekuatan masyarakat sipil. Keberadaan gerakan masyarakat sipil telah  memberikan sebuah warna baru dalam demokratisasi di Indonesia, paling tidak dalam konteks sekarang. Jangan sampai peran masyarakat sipil diaras lokal yang selalu mengalami peminggiran di arena publik menjadi dilema demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanggapan