Kamis, 16 Desember 2010

URGENSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN ANGGARAN PUBLIK


oleh : Nurul Huda

"Anggaran publik merupakan instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk mewujudkan keputusannya, dan masyarakat sipil memiliki kewajiban moral untuk menjamin  bahwa rakyat turut menentukan proses tersebut." - ( Jim Shultz - Columbia).
 
Penerapan tata pemerintahan yang baik (good governance) memang harus memposisikan warga negara sebagai aktor yang aktif dalam semua proses politik kepemerintahan, termasuk pembuatan kebijakan publik. Untuk itu, partisipasi politik warga harus diberi ruang yang luas, bukan hanya terbatas pada saat pemilu (partisipasi lima tahunan), akan tetapi juga dalam setiap perumusan, implementasi dan pertanggungjawaban kebijakan publik (partisipasi politik sehari-hari). Tentu saja prasyarat utamanya adalah tersedianya mekanisme dalam struktur formal kepemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Partisipasi publik dalam proses kebijakan—yang mengikat seluruh warga—adalah cara efektif untuk mencapai pola hubungan setara antara pemerintah dan rakyat. Di negara-negara demokrasi, partisipasi warga dalam proses kebijakan merupakan hal yang lazim. Partisipasi publik dalam proses kebijakan tidak hanya merupakan cermin demokrasi yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari melainkan juga bermanfaat bagi pemerintah. Permasalahan yang datang silih berganti—dan tidak sedikit yang rumit—telah membuat pemerintah tidak cukup sensitive atau memiliki waktu menentukan prioritas kebijakan. Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan akan membantu pemerintah mengatasi persoalan dalam penentuan prioritas kebijakan. Selain itu, karena masyarakat terlibat dalam proses kebijakan, dengan antusias masyarakat memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan. maka diharapan implementasi kebijakan akan berhasil baik.
Upaya pembangunan kapasitas partisipasi baik dalam hal anggaran maupun kebijakan publik lainnya terasa makin relevan dan mendapatkan momentum dengan palaksanaan otonomi daearah sejak 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat- Daerah. Inti otonomi daerah ialah mendekatkan layanan publik {public services) kepada masyarakat melalui pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat. Proses perumusan kebijakan merupakan aktivitas yang bersifat politis, teknokratis dan (seharusnya) partisipatif. Proses ini meliputi tahapan yang saling terkait dan diatur menurut urutan waktu, yakni formulasi kebijakan, proses penganggaran dan penetapan kebijakan, implementasi kebijakan, dan pertanggungjawaban kebijakan. 
Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan betul-betul sudah memihak kepada publik dapat dilihat dari sejauh mana kebijakan tersebut mengadopsi prespektif hak dasar. Sebab, pendekatan berbasis hak (right base approach) berimplikasi pada cara pandang terhadap hubungan negara dan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, di mana negara berkewajiban memenuhi hak-hak tersebut secara bertahap dan progresif. 
Mengapa Perlu  Partisipasi Masyarakat?
Partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan kebijakan anggaran sangat penting hal ini disebabkan beberapa alasan antara lain : Pertama, kondisi pemerintahan masa transisi masih penuh tanda tanya besar kemana kebijakan strategi anti kemiskinan akan diarahkan. Hal ini berarti belum terdapat kejelasan mengenai bagaimana memperoleh dana yang memadai untuk membiayai program-program bantuan bagi masyarakat yang miskin dan yang rentan menjadi semakin sulit dalam gejolak ketidakpastian ekonomi dan politik.
Kedua, memperjelas tentang siapa yang menanggung beban sosial dan ekonomi dari belanja pemerintah yang seharusnya lebih adil dan didasari pada kemampuan membayar dari setiap individu warganegara.. Kenyataan  yang dihadapi memang terasa masih belum adil. Rakyat yang miskin harus menanggung hutang, sedangkan mereka yang memanfaatkan dana hutang untuk kepentingan pribadi – termasuk praktik korupsi - masih belum dituntut sepenuhnya untuk menutupi dan mengembalikan hutang tersebut. 
Ketiga, dalam rangka menunjang semangat partisipasi yang demokratis di masa depan, maka peran rakyat dan masyarakat sipil harus lebih besar dalam setiap proses pengambilan keputusan yang strategis, khususnya penentuan prioritas kegiatan pemerintah dan alokasi anggarannya. Tiadanya partisipasi yang demokratis menjadi petanda bahwa kegiatan yang disusun pemerintah tidak memiliki semangat kebersamaan dan berakibat pada rendahnya tingkat kepercayaan rakyat pada pemerintah. 

Partisipasi dalam Kebijakan Anggaran Publik
Tidak banyak orang awam di Indonesia yang paham bahwa anggaran negara, baik di tingkat nasional ataupun sub-nasional (Propinsi, Kabupaten, Kota atau Desa), sangat berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi dan politik sehari-hari. Persoalannya karena ketidakpedulian masyarakat awam, ataupun tiadanya akses untuk memperoleh informasi yang memadai bagi semua lapisan masyarakat. Hal yang pertama dapat ditelusuri dari kurang antusiasnya reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap pengumuman anggaran baik di tingkat nasional, propinsi ataupun kabupaten/kota. Hal yang kedua karena ketertutupan pemerintah untuk memberikan informasi yang rinci pada masyarakat, bahkan cenderung enggan mengumumkan dan mempublikasikannya secara luas. Ini adalah warisan masa lalu yang selalu menutupi rincian anggaran sampai pada pihak-pihak (instansi/dinas) yang bertanggung jawab membelanjakannya.
Masalah yang kita hadapi yaitu kemiskinan, bukanlah sekedar persoalan kekurangan makan atau rendahnya penghasilan. Kemiskinan sebaiknya dipahami pula sebagai ketiadaan kemampuan individu atau kelompok untuk keluar dari kesulitan ekonomi, sosial dan politik karena terciptanya struktur masyarakat yang menindas dan kebijakan pemerintah yang mengungkung proses pembebasan dari penindasan. Ketiadaan ini menyebabkan kemampuan rakyat untuk mengakses keputusan yang strategis-termasuk penganggaran- sangat lemah dan cenderung tidak pernah diberdayakan. 
Peran dari Organisasi non-pemerintah juga sangat besar dalam memperkuat daya kritis masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan khususnya penganggaran. Ada dua sisi yang harus diperhatikan dalam penganggaran. Pertama, di sisi penerimaan baik berupa penerimaan pajak, non-pajak dan hibah. Kedua, di sisi belanja berupa belanja pemerintah pusat dan dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja pemerintah pusat, demikian pula pada umumnya belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, terdiri dari belanja rutin (operasional) dan belanja pembangunan (investasi kapital). Belanja rutin utamanya untuk belanja pegawai, belanja barang dan perlengkapan kantor di departemen atau dinas-dinas di daerah. Sedangkan belanja pembangunan umumnya terbagi dalam sektor-sektor kegiatan yang terbagi dalam beberapa besaran seperti: pendidikan, industri, tenaga kerja, kesehatan, dan seterusnya.(lihat: KUA Kabupaten Lebak tahun 2009)  
Organisasi non-pemerintah khususnya yang bergelut dalam hal anggaran, dapat memberikan analisis dan informasi yang terandalkan (kredibel), membuka akses yang luas bagi masyarakat, dan memberikan sumbangan pemikiran bagi debat tentang anggaran pada saat yang tepat. Tentu saja peran ini harus ditujukan untuk mempengaruhi bagaimana isyu-isyu anggaran diarahkan, bagaimana membangun prioritas yang sesuai dengan tuntutan kaum miskin dan keputusan yang berpihak pada yang tertindas. Penentuan prioritas, bahkan sering ditandai dengan besarnya anggaran yang dialokasikan, menjadi indikator komitmen dari pemerintah terhadap masalah dan kebutuhan nyata dalam masyarakat. Sebab itu kepedulian pemerintah terhadap penderitaan masyarakat miskin harus pula ditandai dengan penajaman prioritas untuk memperkuat daya kemampuan masyarakat miskin dan tersingkir. Perubahan cara pandang harus dilakukan dan dapat dimulai oleh pemikiran yang kritis dan cermat dari masyarakat sipil untuk memahami anggaran.
Pada sisi penerimaan seperti pajak, non pajak (retribusi), serta pinjaman dari pihak lain (hutang) dapat saja menjadi instrumen yang akan membebani rakyat yang sudah menderita . Pemungutan pajak atau retribusi pada kelompok yang miskin dan tak berdaya secara sosial politik akan menimbulkan penindasan baru bagi mereka. Hal tersebut sama pentingnya mencermati hutang yang akan membebani kehidupan sosial ekonomi kita sekarang dan masa mendatang. Organisasi non-pemerintah memiliki jejaring yang sangat luas. Hal ini menjadi satu modal dasar bagi proses gerakan massal yang bisa menggugah pemerintah, khususnya di kabupaten Lebak ini.

Seperti Apa Anggaran Partisipatif?
Ada beberapa hal yang harus kita cermati dalam proses penganggaran agar lebih partisipatif, diantaranya: Pertama, sektor pembangunan daerah utamanya subsektor pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup dan tata ruang, khususnya subsektor tata ruang dan pertanahan. Ketiga, sektor perumahan dan pemukiman, utamanya subsektor pemukiman. Keempat, sektor pertahanan dan keamanan utamanya subsektor keamanan. Perhatian bukan hanya pada belanja rutin tetapi juga belanja pembangunan.
Nota keuangan biasanya mengawali penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja baik di tingkat nasional maupun di daerah. Bila kita telah memiliki dokumen Rancangan APBN atau APBD, maka ada beberapa langkah yang dapat kita bandingkan di antara mata anggaran dan diteliti untuk siapa atau kegiatan apa. Kita dapat mencermati antara sisi pendapatan dan belanja. Sisi penerimaan menyangkut seberapa besar sumber-sumber rakyat diambil (melalui pajak,dan  retribusi,). Apakah ada pajak, retribusi, atau pungutan lain yang tidak adil atau bahkan ditujukan pada kelompok rentan kemiskinan seperti para pedagang kaki lima atau sopir angkutan kota atau kelompok-kelompok yang berpenghasilan rendah. Bila ya, mungkin bisa dibandingkan dengan beban yang harus dikenakan pada kelompok yang lebih baik kondisi sosial ekonominya.
Sedang pada sisi belanja dapat dibandingkan antara belanja rutin (kegiatan operasional pemerintah) dengan belanja pembangunan (kegiatan yang langsung untuk kegiatan rakyat). Berapa besar biaya untuk pemeliharaan rumah para pejabat dengan penyediaan pemukiman bagi kelompok miskin. Selain itu bisa pula dilihat besaran belanja yang rasional untuk pembelian barang atau peralatan kantor seperti komputer kendaraan operasional untuk kantor gubernur atau bupati dan sebagainya. Namun perlu secara cermat melihat apakah dalam kegiatan pembangunan masih terdapat kegiatan seperti biaya administrasi umum, pemeriksaan, verifikasi dan penelitian yang biasanya akan kembali ke biaya aparatur dan lembaga pemerintah. Banyak APBD menempatkan sebagian kegiatan rutin yang dibiayai oleh belanja pembangunan. 

Problematika dan Solusi dalam Penguatan Partisipasi
Peran serta masyarakat sangat penting untuk  dilibatkan dalam pengkajian atas rencana kebijakan, substansi kebijakan dan implementasi kebijakan pemerintah dengan tujuan membuat kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas secara adil. analisis kebijakan yang merupakan bagian upaya peningkatan kapasitas agar secara bermutu mampu terlibat dalam proses kebijakan. Akan tetapi, mereka juga menyadari bahwa masyarakat menghadapi banyak kendala.
Pertama, analisis kebijakan membutuhkan kecakapan tertentu. Ada yang berpendapat bahwa analisis kebijakan merupakan kerja ilmiah/ akademis, sedangkan sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah. Kedua, kegiatan analisis kebijakan memerlukan data, informasi, dokumen/ referensi yang sesuai (misalnya berbagai kebijakan pemerintah), kemampuan memahami data, informasi, dokumen/referensi.
Dari berbagai kendala yang teridentifikasi tersebut, penulis  berupaya menernukan solusi. Beberapa solusi antara lain: Pertama, membentuk forum dialog/konsultasi antar warga masyarakat (citizen forum) yang meliputi seluruh elemen masyarakat dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda. Pejabat/ aparat pemerintah dan anggota legislatif sebagai pribadi adalah juga warga masyarakat sehingga mereka perlu terlibat aktif seperti anggota lainnya di dalam forum konsultasi antar warga tersebut. Sebagai pribadi, mereka juga terikat pada kebijakan pemerintah, selain juga berkepentingan untuk menikmati layanan publik yang berkualitas sebagai hasil kebijakan pemerintah. Mereka juga perlu menyadari bahwa tidak selamanya mereka adalah pejabat/aparat pemerintah dan anggota legislatif yang rnemperoleh fasilitas dan keistimewaan (privilese). Forum dialog warga semacam itu bertujuan membahas kepentingan bersama tanpa membeda-bedakan latar belakang dan kepentingan masing- masing kelompok rnasyarakat, membuka komunikasi polltik dan membangun saling pengertian sekaligus kepercayaan di antara semua kelompok masyarakat termasuk dengan pemerintah, dan membagikan lnformasi/ pengetahuan yang bermanfaat untuk mencari solusi atas berbagai persoalan dan untuk meningkatkan kualitas serta ekfektivitas partisipasi dalam proses kebijakan.
 Kedua, menghimpun dan menyediakan data yang sesuai dengan permasalahan dan isu yang akan disikapi. Data yang lengkap, obyektif, bisa dipertanggungjawabkan, tepat dan terbaru akan berguna bagi semua pihak— pemerintah dan masyarakat—yang melakukan dialog, konsultasi dan debat. Data semacam itu diperoleh melalui suatu penelitian dan pengkajian yang ilmiah. Data berguna dalam pembuatan kebijakan. Terbukti bahwa kebijakan tanpa berdasarkan data tidak dapat dilaksanakan dengan baik sehingga wibawa pemerintah merosot.
Ketiga, membangun kerjasama resmi atau tidak resmi—sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan—dengan berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan spesialisasi tertentu sesuai bidangnya. Dengan adanya kerjasama, kekurangan/kelemahan yang satu akan dapat dipenuhi oleh yang lain.. Forum konsultasi berguna untuk rnemperoleh informasi tentang mereka yang memiliki kompetensi dan spesialisasi. Bila diperlukan, kerjasama bisa bersifat lintas batas daerah. Kerjasama yang baik akan membuat masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sendiri— dengan segala keterbatasan—tanpa menunggu belas kasihan pihak lain termasuk pemerintah.
Keempat, mengutamakan cara-cara, tatakrama dan kebiasaan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di daerah dalam menyampaikan sikap tentang suatu permasalahan atau isu berkenaan dengan kebijakan pemerintah. Penyampaian sikap didasarkan data dan informasi yang lengkap/rinci,objektif, bisa dipertanggungjawabkan dan tepat akan lebih berguna dalam menentukan kebijakan anggaran. 
Penutup 
Walaupun kendala oprasional masih sangat besar dan kental menghalangi implementasi dari partisipasi anggaran yang sesungguhnya. Namun kita masih memiliki semangat untuk mewujudkannya. Unsur yang harus kita jaga dan tingkatkan antara lain:
 (1) adanya upaya pelibatan seluruh stakeholders; (2) adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimit; (3) adanya proses politik melalui upaya negosiasi yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama; (4) adanya usaha pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui kebutuhannya, kapasitas yang dimilikinya, mampu mengidentifikasi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, serta memilih alternatif terbaik yang paling sesuai dengan kapasitasnya; (5) upaya ke depan untuk mendukung proses perencanaan dan penganggaran pembangunan secara partisipatif seharusnya lebih berfokus pada pengembangan kapasitas di tingkat sistem, institusi, dan individu untuk menjamin kontinuitas perkembangan inovasi dan konsepnya pada masa yang akan datang.
Perjuangan untuk membantu kaum tertindas harus dimulai dari cara yang paling sederhana namun efektif. Keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas anggaran adalah salah satu cara strategis yang harus diperjuangkan. Kesulitan pasti ditemui di lapangan karena kultur politik dan struktur birokrasi yang masih cenderung tertutup.Tetapi dengan adanya partisipasi publik dalam proses kebijakan anggaran  yang dibangun oleh  organisasi non-pemerintah maupun lapisan masyarakat lainnya, mudah-mudahan dapat mengarahkan perhatian yang lebih besar dan kebijakan yang lebih arif dari pemerintah untuk mengatasi kemiskinan struktural di Indonesia, khususnya di Kabupaten Lebak yang tercinta ini.. Wallahu`alam bisshawab

DAFTAR PUSTAKA
·         R. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat (Bandung: Humaniora Utama Press, 2001)
·         Anggaran Responsif Gender, Konsep dan Aplikasi.Civic Education and Budget Transparency Advocation (CiBa) Jakarta 2007
·         Puriyadi ,Siasat Anggaran: Posisi Masyarakat dalam Perumusan Anggaran Daerah ,PT. TIARA WACANA Yogyakarta. 2007
·         Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
·         UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat- Daerah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanggapan