Sabtu, 02 April 2011

Memoar sang Pencinta

Aku pecinta sejati, kehangatan cintaku terpancar menerpai setiap lipatan kerinduan, lalu membelai seluruh kerisauan. Kesetiaanku adalah sebongkah sinar yang aku pancarkan untuk menyentuhmu. Aku kangen mencintaimu, aku kembali untukmu, akan aku curahkan seluruh milikku padamu, resaplah aku kedalam jiwamu, biar aku gemburkan kerasnya hatimu, akan aku retakkan dinding waktu dengan tangan cinta. Karena aku adalah garis-garis cinta yang berserakan, garis yang disadap dari pancaran cahaya.
Aku memanggil namamu tiap malam, di sudut sepi taman cinta, kutanam bunga penuh maknayang paginya bermekaran di halaman rumahmu, memang terlampau jauh aku mengulum angan, meski fatamorgana serasa telah menjelma berjuta asa.

Sebentuk tubuhku serupa bola mata, yang merangkak ke bumi, menapaki perbukitan, memanjati pepohonan, lalu menyusuri tebing curam, untuk sejenak kemudian aku berada diatas, di antara sawah-sawah dan gunung-gunung.

Kepadamu aku memohon, maknai dan resapi sesuatu yang aku bingkis khusus buatmu, olahlah bingkisan itu ditungku cinta, meski aku bukanlah cahaya, tapi jadikan aku setemaram lentera, biar aku dapat meresap masuk ke jantung dan relung hatimu.
Langkahmu berkilauan saat kutempa di riak-riak damba, aku selalu melirikmu dalam setiap perjalanan yang kau tempuh, mimpi-mimpi yang kau ukir di sudut malam, dan dalam setiap tingkah candamu yang membuatku rindu.

Aku tak perlu cinta yang banyak, bagiku cukup satu saja, tapi abadi untuk selamanya, hidup dalam buaian benih-binh penuh kasih, yang dipayungi oleh berjuta ketulusan dan bergelak mesra di taman kemesraan.

Cintaku tak akan surut, karena cahayamu adalah bagian hidupku, bagiku kau lebih indah jika bersemayam dalam relung hati, ketimbang berseliweran dalam angan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanggapan